TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat otomotif, Suhari Sargo, menilai program mobil nasional dan eksekusi kebijakan low-cost green car (LCGC) telah salah diterjemahkan. "Penilaian ini berkaca pada kasus mobil Timor dan Esemka yang kini tidak ada gaungnya lagi," ujar Suhari kepada Tempo, Ahad, 29 Juni 2014.
Menurut Suhari, kemunculan mobil merek Timor yang merupakan kependekan dari Teknologi Industri Mobil Rakyat itu bukan merupakan perwujudan mobil nasional. "Desain mobil itu dibuat oleh pabrikan dari Korea Selatan, yakni KIA, yang sudah lebih dulu mengeluarkan tipe yang sama dengan merek KIA Sephia, lantas diurai komponennya, dikapalkan, dan dirakit di Indonesia," ujarnya.
Padahal, kata dia, semangat mobil nasional ialah pembuatan desain dasar, produksi komponen, hingga perakitan dilakukan di Indonesia. (Baca: Dahlan Iskan: Esemka Jadi Mobil Nasional, Asal...)
Selain itu, mobil Timor dinilai oleh pelaku industri otomotif sarat akan kecurangan. "Timor dibebaskan dari pajak kendaraan dan diberikan kredit investasi yang murah sehingga pabrikan lain berteriak karena kalah bersaing."
Yang dijalankan pada mobil Timor, menurut ia, tidak dilandasi semangat memajukan industri mobil nasional, tapi demi kepentingan bisnis keluarga Orde Baru. "Ini yang diprotes keras oleh pelaku industri otomotif kala itu, sehingga melaporkan kasus ini ke World Trade Organization dan akhirnya Indonesia dijatuhi larangan memproduksi mobil Timor lagi," katanya.
Hal yang sama juga berlaku pada mobil Esemka yang tenar sekitar dua tahun lalu. Menurut Suhari, mobil Esemka merupakan program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang membeli mobil buatan Cina lantas dirakit ulang oleh siswa sekolah kejuruan untuk meningkatkan keterampilan bekerja. "Jadi itu bukan mobil buatan Indonesia. Hanya logonya saja yang diganti dengan logo Esemka," kata Suhari.
Kesalahan menerjemahkan konsep industri mobil ramah lingkungan juga terjadi pada program LCGC. Menurut Suhari, mobil LCGC tidak menjawab tantangan mobil murah dan tidak memenuhi kebutuhan masyarakat pedesaan sebagaimana amanat Peraturan Predien Nomor 15 Tahun 2010 pada Klaster IV Program Pro-Rakyat. (Baca: Mobil LCGC Laris, Pemerintah Diminta Atasi Kemacetan)
"Mobil kelas LCGC menjadi murah karena dapat subsidi dari pemerintah, namun tidak memenuhi kebutuhan masyarakat akan fungsi mobil murah perdesaan yang tangguh menghadapi medan berat sekaligus mampu mengangkut orang, hasil pertanian, hewan ternak dalam sekali jalan," ujarnya. (Baca: Aturan Tak Jelas, LCGC Habiskan BBM Bersubsidi)
RAYMUNDUS RIKANG R.W.