TEMPO.CO, New York - Organisasi negara-negara pengekspor minyak bumi (OPEC) mulai mengkhawatirkan menurunnya produksi minyak sejumlah negara anggotanya. OPEC berharap penurunan produksi bisa ditutupi oleh Arab Saudi. "Saat pertemuan OPEC terakhir merupakan kesempatan Arab Saudi memproduksi lebih banyak," kata Mike Wittner, kepala riset pasar minyak di Societe Generale SA di New York, seperti dirilis Bloomberg pada Ahad, 8 Juni lalu.
Menurut firma konsultan energi, Energy Aspects Ltd, Arab Saudi perlu memasok minyak 11 juta barel per hari (bph) sampai Desember mendatang. Konsultan lain, IHS, punya hitungan berbeda, yaitu memperkirakan Arab Saudi perlu menghasilkan 10,3 juta bph. Adapun Societe Generale memprediksi sekitar 10,2-10,5 juta bph.
Akibat kekurangan minyak tersebut, Deutsche Bank AG, Morgan Stanley, Barclays Plc, dan Citigroup Inc mengoreksi prediksi harga Brent 2014 selama tiga bulan terakhir. Keempat bank tersebut mematok median menjadi US$ 107,75 per barel dari sebelumnya US$ 100,25 per barel. Harga rata-rata akan meningkat menjadi US$ 108,24 per barel tahun ini.
Enam bulan lalu, analis energi memprediksi produksi minyak anggota OPEC akan meningkat. Namun prediksi itu meleset setelah Libya, Iran, dan Irak gagal pulih dan pasokan minyak jatuh ke level terendah sejak 2008. (Baca: Terminal Libya Dibuka, Harga Minyak Dunia Turun)
Negara yang tergabung dalam OPEC memproduksi 40 persen dari minyak dunia. Konferensi OPEC yang akan berlangsung di Wina pada 11 Juni mendatang akan membahas target produksi minyak 30 juta bph. Hasil penelitian Energy Aspects Ltd menemukan selama lima bulan terakhir produksi minyak telah di bawah target 30 juta barel per hari (bph).
PAMELA SARNIA
Berita utama:
Debat Capres, Prabowo Mungkin Menyerang Jokowi
Heboh Meteor di Jakarta, LAPAN: Itu Jejak Pesawat
Persiapan Debat, Istri Jokowi Siapkan Jamu Rahasia