TEMPO.CO, Kediri - Setelah sempat terpuruk akibat letusan Gunung Kelud, industri ikan hias cupang di Kediri, Jawa Timur, mulai kembali bangkit. Salah satunya dengan menggelar kontes cupang tingkat nasional yang diikuti ratusan peserta dari seluruh Indonesia.
Seperti tak pernah mengalami masa krisis, para pembudidaya ikan cupang ini memajang ikan hias mereka di akuarium mini. Berbagai jenis cupang seperti cupang plakat, halfmoon, serit, dan giant berlarian di dalam kotak kaca. Bak menari, mereka meliuk-liuk di dalam air sambil memamerkan sirip, ekor, dan keindahan warna tubuhnya. "Ada 46 kategori yang dilombakan," kata Medi Eka Prasetya, ketua panitia yang juga penghobi cupang di hall Kediri Town Square yang menjadi lokasi lomba, Minggu, 13 April 2014.
Seperti kontes cupang di daerah lain, kontes kali ini diikuti sekitar 453 peserta dari seluruh pelosok negeri. Mereka membawa ikan-ikan andalan dari daerah masing-masing untuk diperlombakan. Tiap jenis cupang memiliki karakteristik bentuk tubuh berbeda. Kesempurnaan anatominya menjadi penilaian juri. Demikian pula kelincahan dan keaktifan juga dinilai. "Jadi bukan kontes aduan," kata Medi.
Cupang serit, misalnya, dipilih dan diseleksi berdasarkan kemampuannya membuka ekor menyerupai kipas. Semakin ekornya melebar, jumlah poin yang dikumpulkan pun semakin banyak. Tak cukup itu, kerapian ekor juga diperhatikan. Sebab, tak jarang ekor tersebut memiliki ruas tak sama panjang meski mampu membuka cukup lebar.
Yang terakhir adalah penilaian ketebalan tulang. Cupang bertulang tebal dan ekor membuka sangat lebar dengan ruas rancak dipastikan memenangi kelas serit. Penilaiannya hampir sama untuk jenis halfmoon, yang juga mendasarkan pada bentuk ekor. Untuk jenis plakat dinilai dari ekornya yang pendek dan tubuh yang kekar. Sedangkan untuk giant yang lebih bernilai adalah yang ukuran tubuhnya besar. Normalnya panjang cupang giant 10-15 sentimeter. "Semakin besar dan indah semakin baik," ucap Medi.
Kontes ini sekaligus sebagai upaya mengembalikan kembali kejayaan ikan cupang yang menjadi maskot Kota Kediri. Industri peternakan ini sempat hancur ketika didera abu vulkanik Gunung Kelud. Seluruh kolam budi daya milik peternak rusak parah. Akibatnya para peternak sempat kehabisan induk cupang yang menjadi sumber budi daya. Kerugian ini mencapai Rp 250 juta setiap kelompok dengan jumlah sembilan kelompok di Kota Kediri.
Kepala Dinas Pertanian Kota Kediri Haris Candra Purnama mengatakan kontes seperti ini akan menaikkan nilai jual cupang sebagai ikan hias. Hal ini sangat berdampak langsung terhadap harga jual ikan di pasaran. "Apalagi usaha ini sempat terdampak Kelud," katanya.
Untuk membantu memulihkan usaha ini, pemerintah berkomitmen mengganti kerusakan induk cupang yang dialami peternak. Selain itu pemerintah juga mengkampanyekan ikan ini ke pasar nasional dan luar negeri sebagai produk khas Kediri.
Produksi ikan cupang di Kota Kediri yang dijual ke luar kota sekitar lima juta ekor untuk jenis cupang besar, dengan ukuran kecil hampir 39 juta ekor. Pesanan selalu ada dari berbagai kota seperti Solo, Semarang, Surabaya, Malang, dan Jakarta, bahkan sampai mancanegara.
Ikan-ikan itu diproduksi para peternak di empat sentra cupang, yaitu Kelurahan Pesantren, Ketami, Jamsaren, dan Tempurejo. Ikan-ikan cupang ini benar-benar penghasil uang. Setiap tahun nilai penjualannya mencapai Rp 12 miliar.
HARI TRI WASONO