TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai kinerja pemerintah di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di bidang perekonomian selama sepuluh tahun terakhir tak terlalu signifikan. “Bahkan cenderung menurun,” ujar Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati, dalam konferensi pers, Rabu, 2 April.
Setidaknya ada sepuluh indikator yang digunakan Indef dalam mengukur kinerja di bidang perekonomian tersebut di antaranya adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, kemiskinanan, dan ketimpangan perekonomian. Selain itu lembaga nirlaba itu juga mencermati tekanan inflasi, nilai tukar petani, kinerja sektor formal, rasio pajak, subsidi yang semakin tak terkendali, hingga defisit neraca perdagangan.
“Memang tak semua indikator menunjukkan kegagalan, namun secara umum cenderung menurun,” tutur Enny. Hal ini patut disayangkan karena sangat besarnya potensi perekonomian ini tidak digunakan untuk merealisasikan target yang dipatok pemerintah sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi yang rata-rata bisa melampaui 5,8 persen per tahun itu pun dipertanyakan kualitasnya. Selain itu, ternyata pertumbuhan ekonomi tak diikuti dengan majunya sektor produksi (tradable) sehingga makin meningkatkan ketimpangan perekonomian.
“Jika tak ada perubahan kebijakan, pertumbuhan ekonomi tahun 2019 akan turun ke angka 4,4 persen,” kata Enny. Sebaliknya jika ada perubahan kebijakan, pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 6,7 persen.
Dalam catatannya, angka kemiskinan tahun lalu sebesar 11,5 persen turun dibanding tahun sebelumnya 11,7 persen. Namun secara spasial, penurunan kemiskinan tak terjadi merata.
Indikator rasio gini menunjukkan dalam beberapa tahun terakhir cenderung meningkat dari 0,41 persen menjadi 0,413 persen pada tahun lalu. Artinya, ada kenaikan tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat.
FAIZ NASRILLAH
Berita terpopuler:
PPATK: BI Anggap Valas seperti Pisang Goreng
Kabut Asap BikinTuris Asing Ogah ke Indonesia
Industri Kreatif Perlu Teknik Branding Jitu