TEMPO.CO, Semarang - Ribuan buruh dari sejumlah perusahaan yang berada di kawasan Simongan, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, menolak relokasi pabrik tempat mereka bekerja. Mereka menilai peraturan daerah Pemerintah Kota Semarang Nomor 14 Tahun 2011 tentang rencana tata dan ruang wilayah tak sesuai dengan kondisi perusahaan yang telah menempati lokasi sejak tahun 1950.
"Perda itu baru dibuat beberapa tahun lalu, sedangkan perusahaan yang ada sudah berdiri sejak 1950," kata Koordinator Forum Komunikasi Pekerja Simongan, Slamet Kaswanto, saat berunjuk rasa di kantor Wali Kota Semarang, Senin, 17 Maret 2014.
Slamet menilai perintah relokasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Semarang akan mengganggu aktivitas produksi perusahaan karena operasional pabrik berhenti. Di lain pihak, pengusaha belum bisa menentukan lahan baru karena sulit mencari tempat lain yang belum tentu cocok. "Di sisi lain pengusaha malas pindah dengan menimbang biaya yang tinggi," ujar Slamet.
Selain itu, relokasi sejumlah industri di Simongan akan merugikan buruh yang selama ini tempat tingalnya dekat tempat mereka bekerja. Relokasi itu dinilai semakin mengancam bila perusahaan tempat mereka bekerja pindah ke luar kota.
Sejumlah perusahaan yang ada di kawasan Simonagan itu, di antaranya PT Sinar Pantja Djaja, PT Pantjatunggal, PT Damatex, PT Semarang Makmur, PT Kimia Farma, PT ISTW, PT Aldas dan PT Itrasal. "Efek ekonominya akan merugikan ribuan buruh yang selama ini menggantung hidup pada sejumlah perusahaan yang ada di situ," kata Slamet.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Semarang Purnomo Dwi menyatakan kawasan Simongan sejatinya bukan kawasan industri. Pendapat Purnomo itu berdasarkan Rencana Induk Kota (RIK) pada 1975. "Tahun itu Simongan merupakan kawasan perumahan," ia menjelaskan.
Menurut dia, Pemerintah Kota Semarang telah memberikan toleransi agar sejumlah industri besar di Simongan pindah. Toleransi itu berlaku selama 20 tahun hingga tahun 1995 sejak ditetapkan, bahkan telah diperpanjang lagi hingga 2011. "Ini sudah tiga tahun, tapi belum pindah juga," kata Purnomo.
Saat ini keberadaan RIK itu dipertegas dengan Perda RTRW tahun 2011 yang telah disahkan dan berlaku. Isi perda itu menyatakan kawasan Simongan untuk kawasan perdagangan dan jasa. "Solusinya, perusahaan mengunakan aset hanya untuk kantor. Pabrik tetap harus pindah," kata Purnomo.
EDI FAISOL (SEMARANG)
Berita Bisnis Lainnya
Genjot Produksi, Pertamina Belanja Rp 42,6 Triliun
Garuda Buka Rute Penerbangan Langsung Jakarta-Palu
Trik Pembuat Atribut Kampanye Hindari Caleg Penipu
Gangguan Kabut Asap Riau, Chevron Paling Merugi