TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia menargetkan transaksi dagang dengan Nigeria bisa mencapai US$ 5 miliar dalam lima tahun ke depan. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida S. Alisjahbana menyatakan Nigeria merupakan negara dengan potensi ekonomi besar yang masih belum banyak digarap, sehingga Indonesia diminta memanfaatkan potensi tersebut.
"Pertumbuhan ekonomi mereka mencapai 6 persen dengan jumlah penduduk 180 juta. Industri pengolahan mereka belum terbangun dengan maksimal. Saya rasa sangat terbuka peluang investasi di sana," kata Armida di gedung Bappenas, Jumat, 21 Februari 2014. Nilai transaksi dagang antara Indonesia dan Nigeria saat ini baru berkisar US$ 2 miliar.
Saat ini, kata Armida, sudah ada 15 perusahaan Indonesia yang berinvestasi di negara Afrika tersebut. Mayoritas perusahaan berinvestasi di sektor barang konsumsi. Alasannya, jumlah penduduk Nigeria besar, tapi industri pengolahannya masih belum solid. "Investasi sangat prospektif dipicu barang konsumsi. Sebab, jumlah penduduknya besar, daya beli naik, tapi industri belum ada, sehingga peluang investasi di industri pengolahan terbuka lebar," katanya.
Dalam kurun waktu lima tahun mendatang, menurut Armida, Indonesia bisa menggarap industri lain yang prospektif di Nigeria, seperti sektor konstruksi atau industri ban. "Sektor minyak dan kelapa sawit juga bisa menjadi peluang yang prospektif," katanya.
Meski potensi ekonomi terbuka lebar di Nigeria, pemerintah mengingatkan bahwa masih ada hambatan yang harus diantisipasi, yakni faktor keamanan sebagai risiko yang harus ditanggung pebisnis Indonesia. Selain itu, jarak antara Indonesia dan Nigeria yang jauh juga bisa menjadi hambatan. Dari segi biaya produksi pasti akan lebih hemat jika Nigeria membina hubungan dagang dengan negara-negara yang jaraknya lebih dekat. "Kita menyebut investasi di Nigeria itu seperti high risk, high return. Jadi, risiko besar tapi potensinya juga besar," kata Armida.
ANANDA TERESIA