TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono menyatakan seluruh bandara yang dioperasikan oleh PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II mengalami kelebihan kapasitas. "Crowdiness index bandara-bandara tersebut sudah melampaui nilai 1,0 atau menandakan kapasitas terminal yang telah melewati 100 persen," ujarnya dalam Air Transport Seminar between Indonesia and Japan di Jakarta, Senin, 10 Februari 2014.
Menurut Bambang, saat ini Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II mengoperasikan masing-masing 13 bandara. Sementara itu, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perhubungan Udara mengelola 273 bandara. (Baca juga: Bandara Adi Soemarmo Targetkan Rugi Rp 34 Miliar)
Bambang mengatakan masalah kelebihan kapasitas pada bandara-bandara di Indonesia sudah diantisipasi melalui beberapa program dalam Master Plan Percepatan dan perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Ia menyebut ada 49 kegiatan pengembangan bandara dalam enam koridor dengan nilai Rp 114 triliun. Angka ini masih belum mencakup besarnya dana yang diperlukan untuk membangun bandara-bandara kecil di luar koridor ekonomi.
Sementara itu, kata Bambang, untuk mendukung konektivitas antarkawasan, pemerintah menganggarkan pembangunan 24 bandara baru senilai Rp 2,1 triliun. "12 bandara sudah beroperasi pada 2013, tujuh bandara akan beroperasi tahun ini, dan lima bandara lainnya pada 2015," katanya. (Lihat juga: Rute Halim Kurangi Beban Soekarno-Hatta 10 Persen)
Untuk mempercepat pembangunan infrastruktur bandara, ujar Bambang, pemerintah melibatkan investasi swasta melalui skema kerja sama pemerintah dan swasta (KPS). Kelima bandara itu adalah bandara baru di Jakarta, Yogyakarta, Bali utara, Banten, dan Kertajati, Provinsi Jawa Barat.
Selain itu, menurut Bambang, sepuluh dari 273 bandara unit pelaksana teknis diidentifikasi sebagai bandara yang secara komersial layak untuk dikembangkan serta dioperasikan swasta. Ia menyebut variabel yang digunakan dalam analisis kelayakan tersebut adalah soal pasar bandara, baik penumpang maupun kargo, pergerakan pesawat, serta pertumbuhan dan kemungkinan ekspansi pada masa mendatang. "Kementerian Perhubungan dan Kementerian Keuangan telah membentuk tim untuk menjajaki kerja sama pengelolaan bandara unit pengelola teknis dengan swasta," katanya. (Berita lain: Revitalisasi Bandara Syamsuddin Noor Rp 1 Triliun)
Bambang mengatakan Indonesia sudah menghabiskan US$ 250 juta guna meningkatkan sistem manajemen lalu lintas udara. Untuk meningkatkan keamanan dan efisiensi layanan navigasi udara, penyedia tunggal navigasi udara atau single air navigation service didirikan untuk memisahkan fungsi regulasi dan operasi sesuai panduan International Civil Aviation Organization (ICAO).
Ruang udara Indonesia dilayani alat bantu navigasi, sistem penginderaan jarak jauh atau radar surveillance, serta ADS-B. Ia menyebut Indonesia sudah memasang 31 ADS-B ground stations. "21 di antaranya diproses di Pusat Pengendalian Lalu Lintas Penerbangan bagian timur Indonesia di Makassar," ucap Bambang.
MARIA YUNIAR
Terpopuler :
800 Ton Beras Vietnam Diperiksa di Laboratorium
Komitmen Freeport Bangun Smelter Terus Ditagih
Harga Emas Antam Hari Ini Naik Rp 4.000
Tingkat On Time Performance Merpati Paling Rendah
Strategi Merpati untuk Bisa Terbang ke Jeddah