TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, Satya Widya Yudha menilai kapal dengan kapasitas hingga 60 gross tonnage (GT) layak mengkonsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. "Pemerintah harus bijak memberi alokasi," kata Satya saat dihubungi Tempo, Jumat, 7 Februari 2014.
Menurutnya, kapal berukuran 60 GT belum tergolong kapal besar, melainkan kapal kelas menengah ke bawah. Selama ini, kapal dengan ukuran 30 - 60 GT sebenarnya mendapat jatah BBM bersubsidi. "Namun di stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN) sudah tidak ada, akhirnya mereka membeli ke SPBU dengan harga mahal," ucapnya.
Dia berpandangan, yang menjadi tantangan saat ini adalah memastikan distribusi BBM berjalan dengan baik. Alokasi volume BBM bersubsidi harus disetujui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan DPR. "Agar distribusi sampai, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) harus mengalokasikan per kota dengan tepat," kata Satya.
Sebab, kata Satya, BPH Migas terkadang tidak teliti. "Masa Depok pernah menerima alokasi untuk SPBN," kata Satya.
PT Pertamina menjawab singkat ihwal pemberian izin kapal berukuran 30 - 60 GT untuk mengkonsumsi BBM bersubsidi. "Silakan dikonfirmasi ke Migas atau BPH saja, karena lebih ke masalah regulasi," kata Vice President Corporate Communications Pertamina Ali Mundakir. Pertamina, kata dia, hanya melaksanakan tugas sesuai aturan.
Kementerian ESDM menyatakan sudah ada rapat koordinasi dan saat ini masih membahas rencana penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi untuk kapal besar, dengan ukuran lebih dari 30 gross tonnage (GT). "Yang pertama, mesti dicabut dulu edaran Kepala BPH Migas, karena itu dasar subsidi ke badan usaha," kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian ESDM, Saleh Abdurrahman.
Ia menjelaskan, BPH Migas bertujuan agar subsidi untuk BBM benar-benar tepat sasaran. Sementara itu, kapal dengan ukuran minimal 30 GT semestinya milik pemodal besar.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif Cicip Sutardjo, mengatakan kapal dengan bobot lebih dari 30 GT dapat menggunakan BBM bersubsidi jika menerima rekomendasi otoritas pemerintah setempat. "Hal ini telah dapat menghapus kekhawatiran pelaku usaha yang selama ini tidak terlayani untuk memanfaatkan BBM bersubsidi," ucapnya.
MARIA YUNIAR
Berita Lain:
MPR: Soal Usman Harun, Singapura Keterlaluan!
Ikuti Keyakinan Jonas, Asmirandah Ingin Bahagia
Hakim PK MA Bebaskan Dokter Ayu
Dicari KPK, Staf Atut Ngumpet di Hotel
Pengelolaan Dana Haji Rp 80 Triliun Menyimpang
Kapal Hingga 60 GT Dianggap Layak Terima Subsidi
KORAN-Bisnis, Friday,07/Feb/2014 17:29:40
By: yuniar
JAKARTA - Anggota Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Satya Widya Yudha menilai kapal dengan kapasitas hingga 60 gross tonnage (GT) layak mengkonsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. "Pemerintah harus bijak memberi alokasi," ujarnya saat dihubungi Tempo, Jumat, 7 Februari 2014.
Ia menyebut kapal berukuran 60 GT belum tergolong kapal besar, melainkan kapal kelas menengah ke bawah. Selama ini, Satya melanjutkan, kapal dengan ukuran 30 - 60 GT sebenarnya memang mendapat jatah BBM bersubsidi.
"Namun di stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN) sudah tidak ada, akhirnya mereka membeli ke SPBU dengan harga mahal," ucapnya.
Menurut Satya yang menjadi tantangan saat ini adalah memastikan distribusi berjalan dengan baik. Ia menuturkan, alokasi volume BBM bersubsidi harus disetujui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan DPR.
"Agar distribusi sampai, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) harus mengalokasikan per kota dengan tepat," kata Satya. Ia menyebut BPH Migas terkadang tidak teliti.
"Masa Depok pernah menerima alokasi untuk SPBN," kata Satya.
PT Pertamina menjawab singkat saat ditanya mengenai rencana pemberian izin kapal berukuran 30 - 60 GT untuk mengkonsumsi BBM bersubsidi. "Silakan dikonfirmasi ke Migas atau BPH saja, karena lebih ke masalah regulasi," ujar Vice President Corporate Communications Pertamina Ali Mundakir. Pertamina, kata dia, hanya melaksanakan tugas sesuai regulasi yang ada.
Kementerian ESDM menyatakan sudah ada rapat koordinasi dan saat ini masih membahas rencana penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi untuk kapal besar, dengan ukuran lebih dari 30 gross tonnage (GT). "Yang pertama, mesti dicabut dulu edaran Kepala BPH Migas, karena itu dasar subsidi ke badan usaha," kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian ESDM Saleh Abdurrahman.
Ia menjelaskan, BPH Migas bertujuan agar subsidi untuk BBM benar-benar tepat sasaran. Sementara itu, Saleh melanjutkan, kapal dengan ukuran minimal 30 GT semestinya milik pemodal besar.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengatakan kapal dengan bobot lebih dari 30 GT dapat menggunakan BBM bersubsidi jika telah menerima rekomendasi otoritas pemerintah setempat.
"Hal ini telah dapat menghapus kekhawatiran pelaku usaha yang selama ini tidak terlayani untuk memanfaatkan BBM bersubsidi," ucapnya.
MARIA YUNIAR