TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo mempersilakan Newmont dan Freeport menggugat ke arbitrase akibat larangan ekspor mineral mentah yang tercantum dalam peraturan pemerintah Indonesia.
"Kami lebih milih melanggar kontrak karya daripada melanggar undang-undang," kata Susilo saat mengisi acara "Koordinasi dan Sosialisasi Bidang Mineral dan Batu Bara" di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Kamis, 6 Februari 2014. "Jika mereka mau pergi, mau tutup tambang, go ahead." (Baca juga: Ekspor Mineral, Jero Tolak Permintaan Freeport).
Susilo mengatakan keberadaan tambang Indonesia terbatas dan bervariasi umur ekonominya, 10-15 tahun. Sedangkan peluang KK dan IUP cuma 5-10 tahun. "Kalau diekspor mentah, tambang akan habis. Nanti tahun 2100 anak-cucu kita hanya bisa mendengar kabar kekayaan alam kita," katanya. (Baca: Pengusaha Tolak Bea Keluar Ekspor Mineral).
Susilo menegaskan siapa pun yang hendak melanjutkan aktivitas pertambangan wajib melakukan pengolahan terlebih dahulu. "Silakan Newmont, Freeport arbitrase, tetapi mereka harus bangun smelter," katanya.
Menurut dia, kelestarian alam adalah masa depan generasi selanjutnya termasuk sumber daya mineral yang bernilai penting bagi keberlangsungan bangsa Indonesia.
Juru bicara PT Freeport Indonesia, Daisy Primayanto, sebelumnya mengatakan bahwa perusahaan sedang menguji kelayakan untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian mineral atau smelter di dua tempat, yaitu di Gresik, Jawa Timur, dan Timika, Papua.
Upaya itu dilakukan menyusul larangan pemerintah untuk ekspor mineral mentah. Uji kelayakan meliputi tempat yang paling cocok untuk membangun smelter dan perhitungan ekonomi. Menurut Daisy, pembangunan smelter butuh 3-4 tahun.
ALI HIDAYAT
Berita Lain:
Chatib: Sektor Pertanian Tak Bisa Diandalkan
Pemerintah Lamban Sesuaikan Tarif Tiket Pesawat
Harga Emas Antam Turun Rp 2.000
Merpati Tak Ditutup Hanya Bebani Keuangan Negara