TEMPO.CO , Jakarta: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menjamin beras impor asal Vietnam masuk sesuai prosedur yang berlaku. Hanya saja, melihat potensi pelanggaran yang muncul dalam importasi beras, Bea Cukai akan melakukan antisipasi di tingkat operasional sistem pelayanan dan pengawasan kepabeanan.
Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Susiwijono Moegiarso mengatakan, pihaknya akan mengubah proses penelitian perizinan impor beras. "Dari yang tadinya sepenuhnya diotomasikan, akan diubah harus melalui proses analyzing point alias pemeriksaan teliti oleh petugas DJBC (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai)," ujar Susiwijono dalam keterangan resmi, Selasa, 28 Januari 2014.
Selain itu, Bea Cukai juga akan mengubah tingkat risiko di sistem profil importasi Direktorat. Selama ini, beras dimasukkan sebagai komoditas yang tingkat risikonya rendah. Karena risikonya rendah itulah, importasi beras selalu melalui jalur hijau, yakni hanya pemeriksaan dokumen.
Dengan pengubahan tingkat risiko ini, Susiwijono mengatakan, semua importasi beras nanti akan menjadi komoditas yang berisiko medium atau tinggi. "Terutama untuk importasi yang dilakukan oleh selain Perum Bulog."
Susiwijono memastikan perubahan tingkat operasional sistem pelayanan dan pengawasan kepabeanan ini akan dimonitor dan dievaluasi secara periodik setiap minggu oleh Direktorat Penerimaan dan Peraturan Bea Cukai. Selain itu, Direktorat juga telah mengirimkan pemberitahuan ini kepada seluruh kepala kantor DJBC di seluruh Indonesia.
Sebelumnya, para pedagang beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur, mengeluhkan membanjirnya beras Vietnam. Pedagang mengungkapkan, belasan ribu ton beras yang masuk pasar induk harganya lebih murah Rp 500 per kilogram. Akibatnya, harga beras lokal anjlok.
Pengurus Dewan Pimpinan Daerah Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia, Billy Haryanto, mengungkapkan, beras Vietnam yang beredar di Cipinang merupakan beras jenis biasa dengan kualitas medium. Harga per kilogramnya lebih murah Rp 500 dibanding beras lokal dengan kualitas yang sama. "Sampai ada yang dioplos karena takut ketahuan," ujarnya.
AYU PRIMA SANDI