TEMPO.CO, Washington - Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk pertama kalinya dalam dua tahun. Langkah ini dipicu oleh keyakinan bahwa negara-negara yang ekonominya sudah pulih pasti bisa memanfaatkan pertumbuhan positif yang dicatatkan negara-negara berkembang.
Tapi, IMF mengingatkan ekonomi negara-negara kaya belum akan tumbuh maksimal. Dalam revisi proyeksi ekonominya, IMF memperkirakan ekonomi global akan tumbuh 3,7 persen tahun ini, lebih tinggi 0,1 persen dari proyeksi yang disampaikan Oktober 2013. Pada 2015, pertumbuhan ekonomi diprediksi mencapai 3,9 persen. (Baca juga : SBY : Situasi Ekonomi Belum Aman)
Kepala Ekonom IMF, Olivier Blanchard, mengatakan program penghematan yang dikurangi serta ketidakpastian ekonomi yang sudah mulai mereda menjadi faktor penyebab IMF menaikkan proyeksi ekonomi. Sistem finansial yang lebih baik, kata dia, juga memberi peluang akan pertumbuhan yang lebih tinggi. “Alasan utama di balik proyeksi ekonomi yang lebih tinggi adalah faktor yang menghambat pemulihan semakin sedikit,” katanya seperti dikutip laman Reuters, 21 Januari 2014.
Revisi proyeksi ekonomi ini tidak berlaku bagi pertumbuhan ekonomi di negara-negara sedang berkembang. IMF menyatakan proyeksi pertumbuhan ekonomi di negara berkembang tidak mengalami perubahan. Hal ini disebabkan peningkatan ekspor di negara sedang berkembang akan diimbangi oleh permintaan domestik yang lemah.
IMF juga memprediksi ekonomi Amerika Serikat akan pulih. Ini dipicu oleh keputusan Kongres yang akan memangkas program stimulus. IMF memprediksi permintaan domestik di Amerika tumbuh menjadi 2,8 persen tahun ini, atau naik dibandingkan proyeksi Oktober yang mencapai 2,6 persen. (Baca juga : ADB: Asia Akan Pimpin Perekonomian Global)
Inggris juga menjadi negara yang ekonominya diperkirakan membaik. IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi Inggris mencapai 2,4 persen tahun ini, naik dibandingkan proyeksi Oktober yang mencapai 1,9 persen. IMF juga memperkirakan ekonomi Cina tahun ini akan lebih dimotori oleh pertumbuhan konsumsi sementara investasi akan mengalami penurunan. “Cina mungkin menjadi negara yang memiliki tantangan terberat. Mereka harus menghadapi risiko yang muncul pada sektor keuangan tanpa memperlambat pertumbuhan ekonomi,” kata Olivier.
ANANDA TERESIA I REUTERS
Terpopuler :
Angkat Telunjuk, Hary Tanoe Tantang Tutut
Mengapa BI Pertahankan Kebijakan Moneter Ketat?
KAI Perbanyak Lokomotif dan Gerbong Barang
Banjir, 24 ATM Bank BRI Masih Terendam
Banjir, Distribusi Bawang Menumpuk di Bandung