TEMPO.CO , Jakarta - Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi, meminta Pertamina memperbaiki tata niaga Elpiji sebelum menaikkan harga gas non-subsidi. Kenaikan harga dikhawatirkan bakal mendongkrak konsumsi elpiji berukuran 3 kilogram yang disubsidi pemerintah (lihat: Tahun Baru, Harga Elpiji Naik). “Bila tak dibenahi, maka konsumen akan pindah semua ke Elpiji bersubsidi,” katanya, Rabu, 1 Januari 2014.
Tulus mengacu pada pengalaman 2009. Saat Pertamina menaikkan harga gas, konsumsi elpiji berukuran 3 kilogram melonjak hingga 12 persen. “Masyarakat turun kelas karena disparitas harga yang tinggi,” katanya.
Selama ini, menurut Tulus, Pertamina tak membatasi pembelian Elpiji berukuran 3 kilogram. Pasarnya masih terbuka sehingga siapa saja bisa membeli gas yang disebut gas melon tersebut. “Ini akan menjadi kontraproduktif untuk Pertamina,” katanya.
Di sisi lain, dia memaklumi bila Pertamina menaikkan harga gas. Sebabnya, sekitar 57 persen dari kebutuhan gas masih dipenuhi dari impor (lihat: Begini Alasan Pertamina Menaikkan Harga Elpiji).
Namun, Tulus meminta agar kenaikan harga tak sampai lebih dari 50 persen. Sebabnya, kenaikan harga gas akan mengerek biaya produksi sejumlah barang lainnya, seperti makanan olahan misalnya. Selama ini produksi makanan olahan menggunakan gas berukuran 12 kilogram.
PT Pertamina (Persero) memutuskan menaikkan harga elpiji kemasan 12 kilogram. Juru bicara Pertamina, Ali Mundakir, mengatakan, sejak kemarin, harga gas non-subsidi itu naik sekitar Rp 3.959 per kilogram atau menjadi Rp 122 ribu per tabung, dari sebelumnya sekitar Rp 78 ribu per tabung.
Kenaikan harga gas antara lain disebabkan oleh tingginya konsumsi elpiji nonsubsidi pada 2013 yang mencapai 977 ribu ton. Alasan lainnya adalah melonjaknya harga pokok elpiji di pasar dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. “Kondisi ini tidak sehat untuk Pertamina dalam menjamin pasokan elpiji ke masyarakat,” kata Ali ketika dihubungi kemarin.
Menurut Ali, Pertamina sudah mengantisipasi melonjaknya konsumen gas berukuran 3 kilogram. Caranya dengan mendata jumlah kebutuhan gas tersebut. "Jadi bila ada lonjakan permintaan tiba-tiba, tidak akan kami layani," katanya.
Dia juga tak khawatir kenaikan harga akan membebani konsumen. Sebab, pengguna gas berukuran 12 kilogram berasal dari masyarakat mampu.
DEWI RINA | GALVAN YUDISTIRA
Berita lain:
BI Klaim Kinerja Perbankan Jawa Timur Stabil
Pemerintah Pesimistis Capai Target Tol Baru 2014
2018, Indonesia Impor BBM Rp 2 triliun per Hari
PU Usulkan Dana Optimalisasi Rp 110 Triliun
Mitratel Dilepas, Posisi Tawar Telkom Berkurang
Pengawasan Perbankan Resmi Beralih ke OJK
Tiga Perusahaan Jadi Penyalur BBM Bersubsidi