TEMPO.CO, Jakarta -Anggota Komisi VII Satya W. Yudha mengatakan kenaikan harga gas elpiji 12 kilogram harus diiringi dengan kenaikan gas elpiji 3 kilogram. "Kenaikan elpiji 12 kilogram harus diiringi dengan kenaikan yang 3 kilogram. Supaya gap-nya tidak terlalu besar," kata Satya saat dihubungi Tempo, 1 Januari 2014.
Menurut Satya kebijakan terhadap Elpiji seharusnya tidak dipisahkan antara yang bersubsidi maupun non-subsidi. Hal ini untuk menghindari migrasi dari gas berukuran 12 kilogram menjadi 3 kilogram karena adanya disparitas harga yang besar. Apabila timbul migrasi, maka subsidi diperkirakan akan membengkak. "Besar kemungkinan timbul migrasi ke 13 kilogram karena disparitas harga yang melebar,"kata Satya.
Oleh karena itu, Satya menuturkan, harus dihitung antara membengkaknya subsidi akibat migrasi dengan kerugian PT Pertamina jika tidak menaikkan harga. Hal ini mengingat komponen bahan baku elpiji hanya 40 persen yang diimpor dan selebihnya diproduksi di dalam negeri.
Sedangkan kenaikan Rp 4.000 per kilogram menurut Satya bisa jadi tidak tepat jika negara dirugikan akibat migrasi tersebut. Berapapun kenaikannya harus dilihat potensi migrasi yang akan membengkakkan subsidi.
PT Pertamina (Persero) memutuskan menaikkan harga Elpiji kemasan 12 kilogram sejak 1 Januari 2014. Harga gas non-subsidi itu naik sekitar Rp 3.959 per kilogram atau menjadi Rp 122 ribu per tabung, dari sebelumnya sekitar Rp 78 ribu per tabung.
APRILIANI GITA FITRIA