TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Kerja Sama Industri Internasional Kementerian Perindustrian, Agus Tjahajana, mengatakan industri dalam negeri masih menghadapi kendala ketika akan mengekspor produk mereka ke kawasan Uni Eropa. Uni Eropa merupakan mitra dagang yang penting bagi Indonesia sehingga hambatan-hambatan tersebut harus segera diatasi.
"Hambatan-hambatan ini memberikan dampak yang signifikan bagi produk-produk Indonesia yang diekspor ke Uni Eropa, khususnya pelaku industri kecil dan menengah. Saya berharap hambatan-hambatan semacam ini bisa dibahas secara intensif," katanya dalam dialog bisnis Indonesia-Uni Eropa di Hotel Shangri-La, Jakarta, Selasa, 22 Oktober 2013.
beberapa hambatan yang dialami Indonesia, kata dia, adalah persyaratan teknis yang harus dipenuhi produk asal Indonesia untuk masuk ke pasar Eropa. Ia mencontohkan perusahaan sektor petrokimia seperti Chandra Asri tidak bisa lagi mengekspor produk mereka ke Eropa karena sulit memenuhi persyaratan dalam standar yang diberlakukan Uni Eropa yaitu Registration, Evaluation, Authorisation, and Restriction of Chemicals (REACH).
Hambatan lain, kata Agus, adalah protes dari pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang biasanya mengekspor bahan karbon aktif (carbon active material). Mereka harus membayar 30 ribu euro hanya untuk melakukan registrasi dalam pemenuhan syarat REACH.
Hal lain yang harus dikomunikasikan antara Indonesia dan Uni Eropa adalah kebijakan mengenai upah buruh. Agus mengatakan kalangan pebisnis Indonesia menilai kenaikan upah buruh justru menambah beban industri, sementara parlemen Eropa menilai kenaikan upah buruh merupakan salah satu langkah untuk memperbaiki kesejahteraan buruh. "Hal ini juga harus dibahas dalam forum-forum bisnis agar tidak menghambat hubungan investasi atau perdagangan," katanya.