TEMPO.CO, Nusa Dua - Rencana pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (geotermal) di Bali ternyata tak dilirik oleh peserta Asia Pasific Economi Corporation (APEC).
Pembangkit geotermal yang terdapat di kawasan Bedugul, Tabanan, tersebut sudah sejak lama terbengkalai. Padahal sudah ada 2 titik yang ditemukan yang mampu menghasilkan listrik sebanyak 110 megawatt. Hal itu disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik usai pembukaan konfrensi internasional Tri Hita Karana oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ahad, 6 Oktober 2013.
Jero menyebutkan sampai saat ini belum ada negara atau investor yang mau melanjutkan proyek geotermal di Bali. Penolakan masyarakat terhadap proyek tersebut dikatakan sebagai kendala utama bagi pengembangan energi terbarukan di Bali.
"Belum ada, karena orang Bali-nya masih nolak. Ya kalau mau nolak ya nolaklah. Kalau nolaknya enggak pake logika ya gimana? Itu kan otonomi daerah, saya enggak bisa maksa," ujarnya.
Ia pun menyampaikan, jika semua energi terbarukan ditolak, maka kebutuhan energi akan terus mahal. "Kalau semua energi terbarukan ditolak, ya makan BBM, mahal itu," katanya.
Wacik mengatakan, jika terus tergantung dengan energi fosil maka akan mencemari lingkungan dan Bumi. "Geotermal tidak ada merusak lingkungan, lihat yang sudah jadi. Jadi kalau orang Bali tetap tidak setuju, saya kerjakan yang di luar Bali," kata politikus Partai Demokrat ini.
Seperti diketahui, PT Bali Energy Limited (BEL) sudah mendapatkan hak mengembangkan wilayah kerja penambangan sejak tahun 1998 dari PT Pertamina Geothermal Energy. Namun sampai saat ini perusahaan belum mampu berproduksi. Masifnya penolakan dari kalangan akademisi, LSM, dan masyarakat menyebabkan megaproyek itu terhenti hingga saat ini.
PUTU HERY
Baca juga
Gita Ingin AppleStore Ada di Indonesia
RI Mulai Bahas FTA ASEAN-Hong Kong
Kekayaan Laut Indonesia Menarik Investasi Rp 255 Triliun
Minyak Mahal, Energi Laut Dilirik