TEMPO.CO, Malang - Perajin batik di Malang terbebani harga bahan pewarna kain batik hingga 20 persen. Pewarna kain batik naik akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika sejak dua bulan terakhir. Perajin tidak menaikkan harga jual batik, sehingga keuntungan perajin anjlok.
"Untung tipis, harga kain tetap tak dinaikkan," kata perajin batik Celaket Kota Malang, Hanan Djalil, Kamis, 3 Oktober 2013. Menurut dia, pewarna kain batik naptol yang biasanya Rp 220 ribu, kini menjadi Rp 280 ribu per kilogram. Sedangkan pewarna sintetis jenis remasol semula Rp 9.000 per yard menjadi Rp 9.800 per yard.
Harga pewarna untuk warna kuat, seperti biru dan merah, naik sekitar 30 persen. Sedangkan warna terang, seperti hijau dan kuning, naik sekitar 20 persen. Seluruh pewarna, katanya, diimpor dan belum bisa diproduksi di dalam negeri.
Para perajin belum menaikkan harga jual kain batik karena dikhawatirkan penjualan menurun. Rata-rata setiap lembar kain batik dijual seharga Rp 350 ribu. Hanan mempekerjakan 59 orang untuk proses menggambar dengan malam pada kain hingga proses pewarnaan.
Menurut dia, pelanggan kain batik menyukai pewarna sintetis karena memiliki warna kuat. Sebagian pelanggan tertarik dengan warna menyala yang menarik. "Pelanggan lebih berani memilih warna menyala," katanya.
Sementara itu, Ketua Jurusan Tekstil SMK Negeri 5 Kota Malang, Romdhani, menjelaskan, wisatawan mancanegara lebih tertarik mengoleksi kain berbahan pewarna alami. Selain warnanya lebih lembut, juga ramah lingkungan. "Harga kain batik pewarna alami lebih mahal," katanya. Dengan demikian, perajin lebih diuntungkan. Bahan pewarna alami berasal dari tumbuh-tumbuhan.
EKO WIDIANTO
Topik Terhangat
Ketua MK Ditangkap |Amerika Shutdown| Pembunuhan Holly Angela| Edsus Lekra |Info Haji
Berita Terpopuler
KPK Tangkap Akil Mochtar dan Politikus Golkar
KPK Tangkap Ketua MK Akil Mochtar?
Suami Holly Angela Auditor Utama BPK
Ini Obamacare yang Buat Pemerintah AS Shutdown
Begini Sengketa Pemilu Gunung Mas
Ketua MK Ditangkap, KPK Sita Rp 3 Miliar