TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Produsen Ban Indonesia (APBI), Azis Pane, mengatakan ekspor ban Indonesia tahun ini akan meningkat. Tahun lalu, ekspor ban Indonesia mengalami defisit atau mencapai US$950 juta. Padahal dua tahun lalu, ekspor mencapai US$1,2 miliar. "Tahun ini positif saja sudah bagus. Saya perkirakan naik dari tahun lalu, tahun ini bisa mencapai US$1,1 miliar," katanya di Kementerian Perindustrian, Selasa, 10 September 2013.
Menurut dia, penurunan ekspor pada tahun lalu disebabkan oleh krisis global yang menyebabkan konsumsi ban di pasar ekspor Indonesia turun. Ia mengatakan krisis global yang terjadi di Eropa, Yunani, Italia, Portugis mempengaruhi ekspor Indonesia. Sementara itu, krisis di Mesir juga membuat ekspor ban Indonesia pada 2012 turun.
"Mesir itu pasar kita paling besar, mencapai 30 persen. Industri ban sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Tiap ada peningkatan kelas maka orang akan membeli kendaraan. Kalau ekonomi melambat berarti ada penurunan," katanya. Menurut dia, krisis global yang terjadi membuat konsumsi ban di negara tujuan ekspor Indonesia turun.
Tapi, tahun ini, Azis mengatakan ekspor akan naik dikarenakan orang yang terlanjur membeli mobil mau tidak mau harus mengganti ban dan membeli ban yang baru. "Sekarang masih belum membaik. Tapi orang terlanjur membeli mobil. Jadi mobil yang dia beli saat punya uang, diusahakan untuk menggunakan ban. Itu yang mendorong ekspor. Maka itu tadi saya katakan erat sekali hubungannya antara pertumbuhan ekonomi dan ban," katanya.
Pada 2014, APBI memprediksi ekspor ban akan membaik. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi di Mesir yang semakin membaik. Selain itu pertumbuhan ekonomi di beberapa negara Asean seperti Laos, Kamboja, dan Myanmar juga meningkat. Dengan pertumbuhan ekonomi tersebut, maka permintaan ban dari Indonesia juga akan meningkat. "Di Asia Tenggara ini yang paling besar kan kita, kualitasnya juga bagus. Saya rasa pada kuartal II 2014 kalau tidak ada kekacauan karena pemilu saya rasa sudah bisa membaik. Karena sekarang ekspor kita sudah positif tadinya kan negative. Pasti ada growth," katanya.
Mengenai produksi, APBI memprediksi produksi ban tahun ini bisa mencapai 51 juta dari kapasitas terpasang yang mencapai 54 juta. Tahun lalu, kapasitas terpasang mencapai 52 juta sementara realisasi produksi mencapai 49 juta.
Azis mengatakan hambatan pada industri ban selama ini adalah pelemahan nilai tukar rupiah serta lalu lintas di tarif di pelabuhan yang mahal. Menurut dia biaya transportasi di pelabuhan terlalu mahal jika dibandingkan negara-negara Asean lain.
"Solusinya, satu pembelian bahan baku harus dengan rupiah. Kedua perbaiki pelabuhan. Apa kelemahan kita dibanding Malaysia dan Thailand ? Ongkos dari dan ke pelabuhan. Kami harus perhitungkan tambahan cost itu dibanding dengan thailand dan Malaysia," katanya.
ANANDA TERESIA