TEMPO.CO, Jakarta- Kendati tingkat impor Indonesia masih tinggi, namun pemerintah hanya bisa melakukan pembatasan langsung dalam sektor impor minyak dan gas. “Kalau untuk mengerem impor migas, pemerintah bisa langsung mengendalikan,” ujar Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin 2 September 2013.
Sementara untuk impor sektor non migas hanya bisa menghambat dengan memberikan arahan. “Tapi kan kalau orang tetap mau beli barang impor tidak masalah, hanya volumenya saja dikurangi,” tutur Bambang.
Dalam laporan bulanan Badan Pusat Statistik yang dikeluarkan hari ini, nilai impor Indonesia pada Juli 2013 mencapai US$ 17,42 miliar atau naik 11,4 persen dibandingkan dengan Juni 2013. Dibandingkan dengan Juli 2012 mengalami peningkatan 6,5 persen.
Peningkatan impor pada bulan Juli 2013 ini, menurut BPS, disebabkan oleh peningkatan nilai impor migas dan nonmigas yaitu masing-masing sebesar US$ 606,3 juta (17,17 persen) dan US$ 1,175 miliar (9,71 persen).
Impor migas naik dikarenakan bertambahnya impor minyak mentah sebesar US$ 1,895 miliar (30,67 persen) dan hasil minyak sebesar US$ 261,3 juta (1,62 persen). Sebaliknya, impor gas turun sebesar US$ 109,3 juta (5,81 persen). Adapun total nilai impor nonmigas Indonesia pada Juli 2013 sebesar US$ 12,28 miliar atau naik US$ 1,175 miliar (9,71 persen) dibandingkan Juni 2013.
Pemerintah, ujar Bambang, tidak bisa menyetop impor barang non-migas karena banyak barang modal yang diperlukan untuk pembangunan infrastruktur maupun produksi industri dalam negeri. “Kita tidak bisa stop impor barang modal nanti banyak proyek malah berhenti dan pembangunan tidak berjalan,” katanya.
Selain faktor banyaknya impor barang modal, tingkat impor yang tinggi pada Juli juga disebabkan banyaknya proyek infrastruktur yang mendatangkan barangnya pada tahun ini. “Proyeknya sih sejak tahun lalu, tapi baru dikerjakan tahun ini jadi barangnya masuk sekarang,” kata Bambang.
Begitu juga dengan pembelian pesawat oleh maskapai penerbangan. “Banyak yang belinya tahun lalu tapi pesawatnya datang tahun ini.”
Oleh karena itu, untuk mengendalikan impor barang non-migas pemerintah melakukan pembatasan dengan cara menaikan pajak penjualan atas barang mewah. “Ini upaya kecil saja, tapi lebih baik daripada tidak melakukan sesuatu,” tutur Bambang.
Sedangkan mengenai tingginya impor migas meski harga bahan bakar minyak telah naik, dia mengatakan, kapasitas produksi minyak dalam negeri masih belum memadai. “Masih perlu impor untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri.”
Upaya pembatasan impor migas, kata Bambang, saat ini difokuskan untuk mengurangi potensi penyelewengan dan penyelundupan. “Pembatasan dilakukan agar mengurangi keinginan orang untuk menyelundupkan BBM,” ucapnya.
PRAGA UTAMA
Berita Terpopuler:
Sengman Pernah Hadir ke Wisuda Anak SBY?
Menteri Agama Ngambek Pidatonya Terpotong Azan
Relokasi Blok G Cepat, Jokowi Tungguin Tukang Cat
Disebut Terkait Impor Sapi, Dipo Alam Berkelit
Perwira Polwan Yakin Briptu Rani Hanya Oknum