TEMPO.CO, Bogor -- Mahalnya harga kedelai membuat perajin tempe di Bogor, Jawa Barat, mengurangi produksinya. Beberapa perajin memilih menghemat bahan baku kedelai agar tetap dapat menyuplai tempe di pasaran. Akibat penghematan ini suplai tempe berkurang dan permintaan naik.
Salah satu perajin, Kasmono, mengatakan menghemat 5 ton kedelai yang biasanya diproduksi untuk satu minggu kini menjadi dua minggu. "Tapi kualitas tidak boleh turun dan harga tidak boleh naik," kata perajin asal Kedungbadak, Kota Bogor, Selasa, 27 Agustus 2013.
Menurut Kasmono satu ton kedelai dapat diolah menjadi 4.000 bungkus tempe. Ongkos pengolah mencapai Rp 1,5 juta per satu ton kedelai. Jika harga kedelai senilai Rp 8.300 per kilogram dan harga tempe dipatok Rp 3000 per bungkus, Kasmono menghitung, perajin dapat mengantongi pendapatan sebesar Rp 12 juta.Adapun keuntungan kotor yang didapat perajin mencapai Rp 2,2 juta. "Belum dipotong gaji tiga pegawaidan ongkos listrik," katanya.
Kondisi ini membuat beberapa perajin menghentikan produksinya. Kasmono menilai ada 20 persen perajin tempe terpaksa gulung tikar. "Awalnya ada 131 perajin, saat ini menyusut sekitar 50 perajin," ujarnya. Penyebab gulung tikar perajin adalah harga kedelai yang mencapai Rp 9.100 per kilogram dari harga normal sekitar Rp 7.300.
Sementara itu, Ketua Primer Tahu dan Tempe Indonesia (Primkopti) Kota Bogor, Muchtar Shatrie, mengatakan pasokan kedelai dinilai cukup namun harganya tinggi. Stok kedelai untuk kota hujan ini mencapai 340 ton per bulan. Ia menilai tingginya harga membuat 50 perajin tempe gulung tikar.
Adapun perajin yang masih bertahan, menurut Muchtar, menerapkan strategi menimbun bahan baku. "Perajin tidak mau risiko terlalu besar," katanya. Akibat penimbunan ini suplai berkurang dan memaksa harga tempe terkerek.
Harga normal tempe di Bogor dibanderol Rp 3.000 per satu potong, sekarang konsumen harus membayar Rp 5000 per potong. "Pasokan berkurang kami harus berebut dengan pedagang lain," kata Rohmat, 27 tahun, pedagang tempe di Pasar Warung Jambu, Bogor.
M SIDIK PERMANA