TEMPO.CO, Nusa Dua - Indonesia melalui penyelenggaraan Konferensi Asia berinisiatif menindaklanjuti visi World’s Ocean untuk menghasilkan Peta Jalan Asia berbasis blue growth. Untuk mewujudkannya, peran laut, blue growth, dan kemananan pangan harus dikombinasikan.
Hal ini dikatakan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif Cicip Sutardjo, ketika membuka Asia Conference on Oceans, Food Security and Blue Growth (ACOFB) di Nusa Dua Bali. Menurut Sharif, harus ada kemitraan antara pembuat kebijakan, lembaga keuangan internasional, investor, akademisi, LSM, dan swasta untuk membangun pertumbuhan kelautan dan perikanan berbasis blue growth.
Konferensi ini merupakan sinergi dari India Ocean Pacific Conference (IOPAC) dan Marine Fisheries Investment Forum (MIFF) untuk mendukung ketahanan pangan sektor kelautan yang berkelanjutan. Konferensi ACOFB serta Konferensi Pasifik dan Samudera Hindia (IOPAC) akan menghasilkan output maksimal.
“Dukungan para ilmuwan dapat menghasilkan penciptaan investasi biru untuk mendukung blue growth yang merupakan input produk perikanan dalam mendukung ketahanan pangan,” kata Sharif.
Konferensi ini merupakan pre-summit dari Global Summit yang akan dilaksanakan di Den Haag pada 9 hinga 13 September 2013. Menurut Sharif, wilayah laut Asia memiliki peran sentral dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi dan dunia.
"Wilayah Asia yang meliputi luas air sekitar 66 persen dari permukaan bumi dan sekitar setengah dari total luas permukaannya berupa perairan, berkontribusi penting bagi penyediaan barang, jasa, dan media moda perdagangan dunia," ujarnya.
Sharif menambahkan, peran Indonesia sangat penting dalam ketahanan pangan sektor kelautan. Kesuksesan pelaksanaan The World Ocean Conference 2009 di Indonesia telah menempatkan peran laut dalam merespon perubahan iklim dan ketahanan pangan.
Indonesia, lanjut Sharif, telah menyadari pentingnya peran laut sebagai penggerak utama pembangunan. Hal itu terutama untuk pembangunan ekonomi nasional, pengentasan kemiskinan, pengurangan emisi karbon, penanggulangan IUU fishing, optimalisasi fungsi dan jasa lingkungan, serta percepatan industrialisasi dalam kerangka blue economy.
Sektor kelautan dan perikanan, menurut Sharif, memiliki potensi sebagai motor penggerak perekonomian daerah dan nasional. Sebab, industri ini memiliki keterkaitan dengan sektor lainnya.
"Indonesia telah mengeluarkan kebijakan iklim investasi yang kondusif untuk menarik investor dalam pembangunan ekonomi biru," ujar Sharif. Menurutnya, investasi pada sektor ini terus meningkat dan sudah mendapat perhatian dari para investor dan perbankan.
Indonesia, menurut dia, akan menjadi negara ke tujuh dengan pertumbuhan ekonomi terbesar di dunia. Empat pilar utamanya adalah produk-produk sumber daya alam, agrikultur, perikanan, dan jasa. "Pertumbuhan kita dapat bergantung pada potensi laut karena dua pertiga wilayah Indonesia adalah laut," kata Sharif.
Kepala Bidang Ekonomi Kedutaan Besar Belanda, Tjeerd de Zwaan, juga menyatakan bahwa dalam mendukung ekonomi biru, harus ada peningkatan skala investasi dalam sektor ini. "Skala investasi harus meningkat dan ada perubahan transformasional," ujarnya.
Bank Dunia (World Bank) turut mendukung konferensi ini. Director of Agriculture and Rural Department The World Bank, Juergen Voegele, berpendapat, pemerintah harus membangun berbagai kemitraan untuk memperkokoh program ini. Konferensi ini merupakan sebuah peluang bagi sektor kelautan Indonesia.
ARIEF HARI WIBOWO