TEMPO.CO, Jakarta- Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar menyatakan inflasi yang langsung dirasakan masyarakat miskin atau poverty basket inflation pada tahun ini akan lebih besar dari target inflasi tahunan yang diusulkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2013. "Ini sangat banyak tantangannya," kata Mahendra di Kompleks Senayan, Jakarta, Selasa, 28 Mei 2013.
Mahendra menjelaskan, inflasi yang terkait dengan kebutuhan bahan pokok masyarakat miskin akan tinggi. Menurut dia, hal itu akan mempengaruhi semua sektor. "Termasuk bahan pangan yang digunakan kelompok miskin," kata dia.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Armida Alisjahbana, menambahkan poverty basket inflation memang akan lebih tinggi dibandingkan inflasi umum. Terutama dengan adanya kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Sebab kebutuhan pokok yang dikonsumsi masyarakat miskin, termasuk pangan melambung tinggi.
"Pangan itu dalam perhitungan inflasi paling tinggi. Maka poverty basket inflasi selama ini lebih tinggi daripada inflasi rata-rata," katanya. Dia menyatakan poverty basket inflation pada 2013 akan menembus angka 8,15-8,64 persen, lebih tinggi dibanding inflasi tahunan yang diusulkan dalam APBN Perubahan 2013 sebesar 7,2 persen.
Oleh karena itu, kata Armida, pemerintah menyiapkan instrumen untuk menekan dampak inflasi yang akan menyebabkan daya beli masyarakat miskin turun dengan memberikan Bantuan Langsung Masyarakat Miskin. "Program kompensasi BLSM ini sementara untuk mengembalikan daya beli masyarakat," katanya.
Berdasarkan catatan pemerintah, jika tidak diberikan bantuan kompensasi, kenaikan harga BBM akan berdampak pada penambahan angka kemiskinan pada akhir tahun 2013 menjadi 12,1 persen dari angka saat ini 10,5 persen. "Apabila tidak ada kompensasi, maka berpotensi menambah 4 juta masyarakat miskin," katanya.
Untuk mengatasi hal itu, kata Armida, pemerintah menyiapkan bantuan kompensasi untuk 15,5 juta Rumah Tangga Sasaran yang terbagi dalam kelompok miskin dan hampir miskin. Data itu merupakan catatan pada 2011 dan sudah diperbarui pada 2012. "Kenapa yang hampir miskin diikutkan, karena hampir miskin ini rentan. Kalau ada syok, bisa jatuh miskin. Data ini jelas, by name by address," katanya.
ANGGA SUKMA WIJAYA