TEMPO.CO, Jakarta -Kuasa hukum PT Chevron Pacific Indonesia, Todung Mulya Lubis mengatakan, kasus perusahaan tersebut yang melibatkan kontraktor merupakan pelanggaran dasar dalam hak asasi manusia (HAM). "Ini merupakan manufactured case, fabrikasi, kasus yang diada-adakan," ucapnya dalam konferensi pers di kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Selasa, 21 Mei 2013.
Ia menyebut banyak pelanggaran hukum yang dihadapi Chevron Pacific Indonesia, para karyawan perusahaan tersebut, serta kontraktor yang terlibat dalam bioremedisasi. Todung berpendapat tidak ada dasar hukum dalam kasus itu. Pihak kuasa hukum pun telah menyampaikan laporan mengenai kasus tersebut pada 23 November 2012.
Menurut Todung, pelanggaran terjadi pada proses penyelidikan, penyidikan, hingga peradilan. Dalam proses penyelidikan, kata dia, terdapat kesalahan pada hukum acara secara fundamental dalam memahami pelanggaran tindak pidana. Tim kuasa hukum Chevron Pacific Indonesia telah menyampaikan hal itu kepada Kejaksaan Agung. Ia pun menyebut hal itu sebagai kriminalisasi terhadap kasus perdata.
Ia menjelaskan, dalam hukum pidana dikenal adanya equality of arms atau azas keberimbangan. Todung menuturkan, jaksa dan pembela harus seimbang dalam menjalankan hak serta kewajiban. Ia menyebut jaksa memiliki waktu berbulan-bulan untuk melakukan persiapan, sedangkan pengacara Chevron Pacific Indonesia tidak diberi jangka waktu yang sama.
"Kami tidak bisa mengajukan semua ahli yang kami inginkan, sedangkan jaksa bisa," kata Todung. Ia mengatakan ada diskriminasi dari pihak pengadilan dalam memberi hak kepada kuasa hukum para terdakwa. Ia menuturkan, saat ini proses persidangan masih berjalan dan pihak keluarga yang diadili meminta Komnas HAM memberi keterangan pada persidangan di pengadilan.
Todung mengungkapkan, seorang karyawan Chevron Pacific Indonesia, Bachtiar Abdul Fatah, dalam putusan praperadilan dinyatakan belum menjadi tersangka. Oleh karena itu, kata dia, seharusnya Bachtiar tidak bisa disentuh hukum. "Tapi dalam proses berjalan, Bachtiar dijadikan tersangka dan ditahan," ucapnya. Ia menyebut kejaksaan memproses kasus Bachtiar tanpa menghormati putusan praperadilan.
MARIA YUNIAR