TEMPO.CO, Surabaya - Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar menegaskan, kesuksesan kerja sama wilayah Asia Pasifik sangat bergantung pada kesuksesan pembangunan infrastruktur sebagai motor penggeraknya. Tanpa infrastruktur yang memadai, pertumbuhan ekonomi di Asia Pasifik akan terhambat.
“Sebab, hampir semua sektor ekonomi APEC kekurangan sarana infrastruktur yang terus menghantui tanpa ada kejelasan jalan keluarnya,” katanya dalam konferensi jarak jauh dengan delegasi SOM II APEC di Hotel JW Marriot, Selasa, 16 April 2013.
Menurut dia, pihaknya mendorong delegasi Indonesia mengajukan beberapa alternatif terobosan. Seperti pentingnya regulasi yang kuat, tata kelola pemerintahan yang baik dan transparan, proses birokrasi yang sederhana, serta jaminan proyek yang layak mendapatkan kredit perbankan.
"Tanpa infrastruktur yang memadai, pertumbuhan ekonomi terhambat," ucapnya.
Ketua SOM Indonesia Yuri O. Thamrin menjelaskan, selama satu dasawarsa ke depan, pada 2010 hingga 2020, wilayah Asia Pasifik diprediksi akan membelanjakan US$ 8 triliun untuk berbagai proyek infrastruktur. Seperti proyek energi, transportasi, dan komunikasi.
Proyek ini, menurut Yuri, mendorong konektivitas wilayah agar pertumbuhan ekonomi tetap terjaga. Asia Pasifik memiliki banyak dana besar yang menganggur. "Sektor infrastruktur yang demikian besar tidak bisa secara optimal bertemu dengan dana yang bejibun itu."
Ia menyadari, dalam mengembangkan proyek infrastruktur, pemerintah ekonomi APEC tidak bisa berdiri sendiri. Sebab, ada keterbatasan anggaran untuk pembiayaan proyek besar dan menyedot anggaran besar.
Yuri mengakui butuh keterlibatan pihak swasta dalam merealisasikannya. Semua anggota APEC, katanya, mengakui betapa sulitnya mencari terobosan atas kompleksitas pelaksanaan kemitraan pemerintah dan swasta dalam membangun infrastruktur. "Indonesia menjadikan isu ini sebagai hal penting untuk dibahas," ucapnya.
Dari pertemuan APEC kali ini, Yuri memastikan 21 negara anggota APEC mengidentifikasi adanya kendala-kendala dalam penerapan kemitraan pemerintah dan swasta dalam proyek infrastruktur. Hambatan itu sangat klasik.
Yuri menyebutkan ihwal studi kelayakan yang tidak benar, belum adanya jaminan yang memadai, birokrasi yang ruwet, dan politisasi proyek yang sedang dikerjakan. Ia berharap, pada pertemuan puncak APEC di Bali Oktober mendatang, tercapai solusi atas hambatan pembangunan ini. "Juga soal pembebasan tanah."
DIANANTA P. SUMEDI