TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia berpartisipasi dalam sidang International Civic Aviation Organization (ICAO) pada Worldwide Air Transport Conference yang berlangsung di Montreal, Kanada, pada 18-22 Maret. Dalam sidang tersebut, Indonesia mengangkat tiga isu, yakni liberalisasi dunia penerbangan, perlindungan konsumen, dan kepemilikan maskapai.
"Sidang ini akan membahas begitu banyak masalah, ada sekitar 125 paper (permasalahan) yang akan dibahas. Indonesia sendiri akan mengangkat tiga working paper dan dua information paper dalam sidang ini," kata Wakil Menteri Perhubungan, Bambang Susantono, dalam video conference dengan wartawan di Jakarta, Kamis, 21 Maret 2013. Dari pembahasan tersebut, sidang akan membuat beberapa kesimpulan yang akan disampaikan pada Dewan ICAO dan diteruskan dalam sidang dewan. Regulasi dalam ICAO sendiri mengikat seluruh anggota.
Direktur Jenderal Angkutan Udara Kementerian Perhubungan, Djoko Murjatmodjo, yang ikut mendampingi Bambang ke Montreal mengatakan liberalisasi penerbangan yang diangkat Indonesia akan menitikberatkan pada akses pasar. Menurut dia, nantinya setiap maskapai dari tiap negara memiliki kesempatan yang sama untuk beroperasi di negara lain.
"Dari sidang ini nantinya diharapkan dibuat pedoman prosedur yang sama bagi semua maskapai untuk masuk ke negara lain," katanya. Ia mencontohkan, misalnya, suatu maskapai Indonesia ingin beroperasi di negara lain, maka syarat yang diberlakukan bagi negara tersebut dengan syarat yang harus dipenuhi maskapai asing untuk masuk ke Indonesia harus sama.
Isu kedua yang akan diangkat Indonesia adalah perlindungan konsumen. Djoko mengatakan diharapkan melalui sidang ini Indonesia bisa segera meratifikasi konferensi Montreal terkait perlindungan konsumen. "Kalau untuk perlindungan konsumen di dalam negeri, kita sudah selangkah lebih maju, khususnya dalam penanganan kecelakaan, penanganan delay pesawat, serta penanganan bagasi yang hilang," katanya.
Permasalahan ketiga, terkait kepemilikan maskapai. Djoko mengatakan Indonesia mengusulkan agar prinsip yang dianut sebuah maskapai dalam kepemilikan saham seharusnya mengikuti aturan di negara asal maskapai. Ia mencontohkan di Indonesia kepemilikan saham harus lokal minimal 51 persen, sementara asing sebanyak-banyaknya 49 persen. Sedangkan di negara lain seperti Australia, ketentuannya berbeda. "Kalau ada maskapai Australia yang mau beroperasi di sini, ya ikuti aturan di sana. Sedangkan kalau maskapai Indonesia mau beroperasi di luar negeri, ya tetap mengikuti aturan kita," katanya.
Selain tiga masalah tadi, Indonesia juga akan menyampaikan kemajuan yang telah diraih industri penerbangan domestik, seperti pertumbuhan angkutan udara dan perkembangan bandara-bandara di Indonesia.
Delegasi Indonesia dalam sidang tersebut juga mengadakan pertemuan yang bersifat bilateral dengan beberapa negara terkait isu penerbangan. Negara-negara tersebut adalah Nigeria, Burkina Faso, Afrika Selatan, Maroko, Mesir, dan Arab Saudi.
Indonesia juga mengadakan pertemuan dengan asosiasi penerbangan seperti Africa Civic Aviation Conference (AFCAC) dan Latin America Civic Aviation Conference (LACAC). "Dengan negara-negara afrika ada kerja sama lanjutan mengenai pengembangan pelatihan di Indonesia," kata Bambang.
Sidang ICAO merupakan sidang yang berlangsung 10 tahun sekali. Sidang diikuti 177 negara dengan peserta 1.055 orang. Sidang akan membahas 125 paper yang merupakan masalah yang diangkat masing-masing negara peserta.
ANANDA TERESIA
Terpopuler:
KUHP Baru, Lajang Berzina Kena 5 Tahun Penjara
Mengapa Ibas Laporkan Yulianis ke Polisi
Ramai-ramai Patok 'Kebun Binatang' Djoko Susilo
Jokowi Tak Persoalkan Hengkangnya 90 Perusahaan
Adi Sasono Emoh Makan Burung Merpati dan Kelinci
SBY Tinjau Latihan Timnas PSSI Besok
David De Gea Betah di Manchester United