TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan pemerintah mengekspor gas bumi masih sering mengundang kritik dari berbagai pihak. Pelaku industri menilai kebijakan ini tak berpihak kepada industri dalam negeri yang sering kali kekurangan pasokan gas untuk berproduksi.
Namun Deputi Pengendalian Keuangan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Akhmad Syakhroza, mengatakan, ekspor gas ini dilakukan untuk menjaga kondisi makro ekonomi Indonesia. Salah satunya menjaga agar fluktuasi nilai tukar rupiah terkendali.
Syakhroza menambahkan, perlu juga dipikirkan ekspor ini karena Indonesia juga perlu dolar Amerika Serikat untuk cadangan devisa. “Apalagi sekarang, di saat impor minyak sangat tinggi dan itu dibeli pakai dolar. Kalau semua gas dijual di dalam negeri, rupiah bisa demam terus," kata Syakhroza dalam diskusi dengan wartawan di Jakarta, Selasa, 19 Maret 2013.
Pada Januari 2013, neraca perdagangan Indonesia defisit US$ 171 juta. Hal ini disebabkan defisit neraca perdagangan migas sebesar US$ 1,43 miliar. Pada periode tersebut, Indonesia membukukan impor migas sebesar US$ 4,04 miliar, sementara ekspor hanya US$ 2,61 miliar.
Syakhroza mengatakan, di satu sisi, ekspor gas ke pasar internasional yang harganya lebih tinggi dari pasar domestik berdampak positif bagi penerimaan negara. Namun kebutuhan gas di dalam negeri, meskipun dengan harga yang lebih rendah, juga harus dipertimbangkan untuk menggerakkan industri di dalam negeri.
"Kementerian Keuangan sedang mengkaji multiplier effect kalau harga gas tinggi atau rendah," katanya. Menurut dia, penetapan alokasi dan harga gas domestik, selain mempertimbangkan industri dalam negeri, juga akan mempertimbangkan kontrak ekspor jangka panjang. Harga juga akan mempertimbangkan skala keekonomian kontraktor kontrak kerja sama.
Pada 2012, alokasi gas untuk domestik sebesar 3.615 billion british thermal unit per day (BBTUD). Sedangkan untuk ekspor sebesar 3.692 BBTUD. Ini berarti 49,47 persen dari total produksi gas nasional dialokasikan untuk kebutuhan domestik.
Pada 2013, produksi gas ditargetkan mencapai 7.890 BBTUD, naik 7,94 persen dari produksi 2012 sebesar 7.307 BBTUD. Dari produksi tahun ini, sebesar 4.020 BBTUD atau 50,95 persen dialokasikan untuk kebutuhan domestik. Alokasi ekspor gas tahun ini sebesar 3.870 BBTUD atau 49,04 persen.
BERNADETTE CHRISTINA
Berita terpopuler lainnya:
Di KPK, Djoko Susilo Mulai Singgung 'Restu Atasan'
Jupe Tertangkap di Cibubur
Lima Cuitan Yusril Setelah PBB Lolos Pemilu 2014
Kisah Jenderal Djoko dan Kebun Binatang