TEMPO.CO, Jakarta - PT Kereta Api Indonesia (KAI) sudah mulai menarik kereta rel listrik (KRL) ekonomi non-AC di wilayah Jabodetabek. “Di Tangerang sudah tidak ada, sekarang tinggal Bekasi dan Bogor yang masih ada," kata Kepala Humas KAI, Mateta Rijalulhaq, saat ditemui di sela-sela silaturahmi di Hotel Dharmawangsa, Rabu Malam, 13 Maret 2013.
Menurut dia, KA ekonomi yang sekarang masih beroperasi sudah tidak andal lagi. Kereta buatan tahun 1974 itu sudah berlubang di mana-mana dan suku cadangnya sudah tidak ada. Mateta berharap penarikan seluruh KRL non-AC selesai dilakukan pada Juni, seiring penerapan e-ticketing oleh PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) serta sterilisasi stasiun.
"E-ticketing baru bisa beroperasi benar kalau stasiun sudah steril," ucapnya. Ia menambahkan, PT KAI menargetkan 1,2 juta penumpang sehari pada 2018 untuk wilayah Jabotabek. Saat ini, jumlah penumpang KA Jabotabek tercatat 400 ribu-500 ribu penumpang dalam satu hari, dengan 451 kali perjalanan.
Mateta menuturkan, pada 2018, frekuensi perjalanan KA Jabotabek akan meningkat tiga kali lipat. Meski demikian, PT KAI belum menghitung target peningkatan pendapatan dengan penggantian KA ekonomi non-AC menjadi KA ekonomi AC. "Kami fokus dulu ke peningkatan pelayanan untuk mengganti ke AC saja biayanya sudah berapa, masalah pendapatan itu belakangan," katanya.
Ia mengatakan, dari dana public service obligation (PSO) Rp 704 miliar, perseroan hanya mengajukan Rp 285 miliar. Kelebihan PSO dapat dialihkan untuk kereta perintis, dengan catatan seluruh kereta ekonomi jarak jauh yang masih non-AC diubah menjadi KA ber-AC. Saat ini, PT KAI telah mengerjakan pemasangan AC pada 70 persen rangkaian KA yang ada.
Mateta menyebutkan, PT KAI sebelumnya mengoperasikan lebih dari 1.000 rangkaian KA di Jawa dan Sumatera. Dengan pemasangan AC di seluruh rangkaian KA Ekonomi, ia menuturkan, nantinya pasti akan dilakukan penyesuaian tarif. Ia pun berharap nantinya pemerintah menetapkan ketentuan untuk para penumpang yang tidak mampu.
MARIA YUNIAR