TEMPO.CO, Jakarta - Melonjaknya harga bawang putih membuat pemerintah ketar-ketir. Tampak sepele. Namun, bulan lalu, saat di Pasar Induk Kramatjati harga rata-ratanya masih Rp 25 ribu, bawang putih telah memberi sumbangan sekitar 0,12 persen terhadap inflasi Februari yang mencapai 0,75 persen.
Kini, di pasar yang menginduki pasokan sayur-mayur di seluruh DKI Jakarta itu, harga bawang putih telah mencapai Rp 52 ribu. Belum lagi harga bawang merah yang juga turut terkerek menjadi Rp 42 ribu dari harga normalnya yang hanya belasan ribu rupiah. Tentu saja, inflasi dikhawatirkan makin tinggi. "Jelas khawatir," kata Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi kepada Tempo, Rabu, 13 Maret 2013.
Melonjaknya harga bawang putih itu disebabkan terlambatnya proses importasi. Maklum, produksi dalam negeri hanya dapat memenuhi 5 persen kebutuhan bawang putih yang tiap tahun mencapai 400 ribu ton.
Untuk importasi bawang putih semester pertama tahun ini, pekan lalu Kementerian Perdagangan baru mengeluarkan persetujuan impor bagi 16 perusahaan. Mereka dapat lampu hijau untuk mengimpor 29.136 ton bawang putih atau 18,21 persen dari 160 ribu ton yang diizinkan masuk.
Keterlambatan tersebut, menurut Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, karena terhambat rekomendasi impor produk hortikultura dari Kementerian Pertanian.
Impor hortikultura diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 60 Tahun 2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 60 Tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. Intinya, untuk dapat melakukan importasi, sebuah perusahaan harus terdaftar sebagai importir di Kementerian Perdagangan, memperoleh rekomendasi impor dari Kementerian Pertanian, lalu kembali ke Kementerian Perdagangan untuk mendapat persetujuan impor.
Karena dirasa rumit bahkan menghalangi pemenuhan kebutuhan dalam negeri atas impor produk hortikultura termasuk bawang putih, kini pemerintah mulai berpikir merevisi kedua aturan itu. "Kami rapikan bersama-sama," kata Bayu.
Di pihak lain, Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian, Haryono, juga pernah menyatakan hal serupa. "Kami sedang menyiapkan revisi untuk Peraturan Menteri Pertanian Nomor 60 Tahun 2012," katanya, Kamis lalu, 28 Februari 2013.
Haryono menyebutkan, saat ini misalnya, untuk memproses rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) 131 perusahaan importir, ia harus menandatangani 3.300 lembar surat. Sebab, dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 60 Tahun 2012 tentang RIPH disebutkan bahwa rekomendasi harus dikeluarkan untuk setiap komoditas yang diimpor oleh satu perusahaan dari satu pelabuhan asal ke satu pelabuhan tujuan. Proses ini juga yang menyebabkan keluarnya rekomendasi itu perlu waktu lama.
Tak hanya menimbulkan kerepotan di dalam negeri, rumitnya perizinan impor ini juga telah dipermasalahkan Amerika Serikat hingga dibawa ke forum World Trade Organization (WTO). Amerika Serikat menuding Indonesia melakukan proteksi dengan membatasi masuknya sayur, buah, dan daging ke Nusantara.
Pagi tadi, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan akan segera mengatasi krisis pasokan bawang putih di pasaran. Melalui Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian, Hatta meminta agar regulasi mengenai impor hortikultura bisa diperbaiki. "Secara bilateral, Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan harus memperbaiki regulasi dan segera memasok agar harga lebih stabil," ujarnya.
PINGIT ARIA