TEMPO.CO, Surabaya - Dewan Pengurus Daerah Asosiasi Petani Tembakau Indonesia Jawa Timur (DPD APTI Jatim) mengaku khawatir harga tembakau pada 2013 bakal menukik turun. Penurunan itu sebagai imbas dari pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau.
Ketua DPD Asosiasi Petani Tembakau Jawa Timur, Amin Subarkan, mengatakan regulasi turunan UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan itu bisa menjadi alat untuk mereduksi harga tembakau lokal. Pasal 9 PP Nomor 109 tahun 2012, ujar Amin, berpotensi menghancurkan harga pasaran tembakau lokal sebab tembakau impor tidak dikenai pajak.
"Saat isu soal RPP Tembakau ini berjalan di 2012, harga tembakau lokal sudah anjlok hingga Rp 17 ribu per kilogram. Padahal harga di 2011 masih Rp 30 ribu per kilogram," kata Amin Subarkan usai diskusi pertembakauan di kantor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, Kamis 14 Februari 2013.
Amin melanjutkan, selain pasal 9, Asosiasi juga mempersoalkan pasal 12 dan 24. Dua pasal terkahir itu dinilai cenderung merugikan petani dan pelaku industri rokok lokal. Kendati PP 109 tahun 2012 efektif berlaku pada Mei 2014, namun beberapa daerah terus bergolak menolak implementasi PP Tembakau.
Akibatnya, lewat surat nomor B-196/11/2013 berkop Badan Intelijen Negara, Amin Subarkah dan tiga DPD APTI lainnya berurusan dengan BIN, Rabu 13 Februari 2013. Dalam pertemuan itu, Amin menjelaskan bahwa PP 109 tak mungkin dicabut, tapi pasal-pasal yang dirasa memberatkan petani tembakau dan industri rokok bakal direvisi. "Pasal-pasal itu yang perlu direvisi, jangan merugikan petani tembakau," ujarnya.
Ihwal produksi tembakau di Jatim pada 2013, ia memperkirakan sebesar 122 ribu ton, turun ketimbang tahun lalu sebesar 148 ribu ton. Dengan asumsi produksi rokok nasional yang mencapai 300 miliar batang per tahun dengan kandungan tembakau rata-rata 1 gram per batang, maka kebutuhan tembakau nasional mencapai 300 ribu ton per tahun.
Sementara produksi tembakau nasional rata-rata 200 ribu ton per tahun alias tidak over kuota. Amin melihat, seharusnya harga tembakau domestik tidak anjlok. Menilik biaya produksi yang mencapai Rp 25 juta per hektare dengan jumlah produksi 1.200 kilogram, harga ideal di kisaran Rp 21.000 per kilogram ditambah margin 30 persen atau Rp 27.600 per kilogram tembakau. "Yang bikin harga turun karena tembakau impor terus membanjiri pasar," tutur Amin.
Wakil Ketua Kadin Jawa Timur, Deddy Suhajadi, mendesak pemerintah membatalkan PP Nomor 109 tahun 2012 karena mengancam kesejahteraan petani tembakau dan pelaku industri rokok. UU Kesehatan, kata Deddy, tak seharusnya mengatur kegiatan bisnis tembakau mulai hulu hingga hilir. Ia telah mengusulkan kepada Gubernur Jawa Timur ihwal pembentukan RUU Tembakau yang nantinya mengatur bisnis dan perdagangan soal tembakau.
Deddy melihat, PP 109 yang merupakan aturan pelaksana UU kesehatan, terlampau jauh mengatur mata rantai perdagangan bahan baku rokok tersebut. PP Tembakau, nampaknya bermaksud mengadopsi secara ketat klausul konvensi kerangka kerja pengendalian tembakau atau Framework Convention Tobbaco Control (FCTC). "Ini sudah enggak benar. Kok UU Kesehatan main atur di bisnis tembakau," katanya.
DIANANTA P. SUMEDI
Berita Terpopuler Lainnya:
Demokrat Daerah Mulai Tinggalkan Anas
Ini Dialog Terakhir Annisa Azwar dan Sopir Angkot
SBY Komentari Pembocor 'Sprindik' Anas
Cabut Paraf, Pandu Terancam Sidang Etik
Kata Farhat Abbas Soal Anas Urbaningrum