TEMPO.CO, Makassar - Volume ekspor kopi arabika dalam bentuk kopi beras dari Sulawesi Selatan pada 2012, hingga November, mencapai 4.300 ton dengan nilai US$ 27 ribu. Jumlah ini naik tajam dibanding volume ekspor pada periode yang sama pada 2011, yakni 1.200 ton.
“Penghitungan yang kami lakukan baru sampai pada November 2012,” kata Wakil Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Makassar Franky Djamal, Rabu, 16 Januari 2013.
Menurut Franky, sebenarnya eksportir menargetkan angka pengiriman kopi hingga 5.000 ton pada 2012. Namun ia pesimistis target tersebut bisa tercapai meski dikalkulasikan dengan volume yang dicapai hingga Desember.
Rendahnya volume dan nilai ekspor kopi pada 2011, Franky menambahkan, disebabkan oleh cuaca yang tak menentu. Cuaca ekstrem pada awal 2011 membuat banyak tanaman kopi tak berproduksi. Namun hal itu bisa ditutupi oleh produksi yang mulai meningkat sejak memasuki 2012.
Pada 2013, menurut Franky, para eksportir kopi menargetkan peningkatan volume ekspor kopi 25-30 persen dari target tahun sebelumnya, yakni 5.000 ton. Namun, melihat cuaca ekstrem yang masih terjadi pada awal 2013, ia mengatakan eksportir pesimistis target yang ditetapkan bisa tercapai.
Kepala Bidang Pasca-Panen Dinas Perkebunan Sulawesi Selatan Arifin Soemedi menjelaskan, setiap pergantian tahun biasanya disertai dengan hujan deras dan angin kencang yang sangat berpengaruh terhadap tanaman kopi. Awal tahun ini, menurut dia, cuaca lebih ekstrem dibanding sebelumnya. Padahal tanaman kopi sedang berbunga. “Cuaca ekstrem bisa membuat bunganya berjatuhan,” ujarnya.
Beruntung, Arifin melanjutkan, wilayah penghasil kopi di Sulawesi Selatan memiliki cuaca berbeda. Daerah penghasil kopi, seperti Enrekang dan Tana Toraja, baru akan hujan pada Maret-April mendatang. Sedangkan wilayah lainnya di Sulawesi Selatan mulai mengalami musim hujan sejak akhir 2012.
ANISWATI SYAHRIR