TEMPO.CO, Jakarta - Pembengkakan subsidi bahan bakar minyak dapat mengganggu belanja infrastruktur. Anggota Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, Bobby Rizaldi, mengatakan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara, belanja infrastruktur adalah salah satu pos yang paling mudah dikorbankan untuk menutup kekurangan anggaran.
"Karena APBN tidak mungkin mengorbankan belanja rutin seperti pegawai dan birokrasi. Makanya belanja modal dan infrastruktur selalu diprogramkan di semester kedua, sehingga mudah untuk dipotong atau ditunda ke tahun depan," kata Bobby ketika dihubungi Tempo, Selasa, 15 Januari 2013.
Oleh sebab itu, Bobby meminta pemerintah untuk meningkatkan pengendalian penyaluran BBM bersubsidi. Penyaluran BBM bersubsidi harus segera dilakukan dengan sistem tertutup menggunakan teknologi informasi. "Selama masih sistem distribusi terbuka seperti saat ini, tanpa kontrol di depot dan SPBU, maka cara pengendalian apa pun pasti tidak efektif," kata Bobby.
Tahun lalu, konsumsi BBM bersubsidi berulang kali melampaui alokasi anggaran. DPR dan pemerintah tiga kali mengubah kuota BBM bersubsidi. Pertama pada April 2012 menjadi 40 juta kiloliter lewat APBN Perubahan dari sebelumnya 37,5 juta kiloliter. Kemudian, pada September 2012, kuota BBM bersubsidi ditambah lagi menjadi 44,04 juta kiloliter, dan terakhir ditambah menjadi 45,27 kiloliter pada Desember 2012.
Walhasil, realisasi subsidi BBM, LPG, dan bahan bakar nabati (BBN) tahun lalu mencapai Rp 211,9 triliun. Nilai ini membengkak 54,22 persen dari pagu APBNP sebesar Rp 137,4 triliun.
BERNADETTE CHRISTINA
Terpopuler:
Heboh 10 Siswi SD Pesta Miras di Bima
Inilah Nomor Urut Partai Peserta Pemilu 2014
Cuit Rasis, Farhat: Polisi Tak Usah panggil Saya
Lubang Besar Bermunculan secara Misterius di Cina
SBY: Partai Wartawan Nomor Berapa?