TEMPO.CO, Jakarta -Langkah pemerintah memberikan sanksi pidana pada pelaku penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi diprediksi tidak akan bisa berjalan optimal. Menurut Wakil Direktur Reforminer Institute Komaidi Notonegoro penerapan larangan itu akan sama seperti sebelumnya, melempem di tengah jalan.
Alasannya, selama ini larangan penggunaan bbm bersubsidi untuk instansi pemerintah, BUMN dan BUMD saja tidak kunjung dipatuhi. "Pemerintah sudah cukup paham bahwa hasilnya tidak signifikan," ujar Komaidi, Jumat, 11 Januari 2013.
Menurutnya, banyak pelanggaran terjadi karena pemerintah selama ini kurang konsisten dalam menjalankan aturan. Karena itu pemerintah diharapkan lebih konsisten dan tegas dalam mengawal kebijakan yang dibuat.
Pemerintah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk menekan pembengkakan penggunaan BBM bersubsidi. Awal Januari 2013, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral membuat aturan baru yang melarang penggunaan bensin bersubsidi untuk kendaraan dinas BUMN, BUMD dan instansi pemerintah di Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Penggunaan solar bersubsidi juga dilarang untuk kendaraan dinas di Jawa dan Bali, mobil angkutan barang, angkutan perkebunan, angkutan hasil kehutanan beroda lebih dari 4 dan kapal barang non pelayaran perintis. Pemerintah juga akan mempertegas pemberian sanksi pidana terhadap pelaku penyelewengan penggunaan bahan bakar tersebut.
BERNADETTE CHRISTINA