TEMPO.CO, Surakarta - Angka ekspor Surakarta pada 2012 turun drastis jika dibandingkan pencapaian ekspor di 2011. Nilai ekspor sepanjang 2011 mencapai US$ 53,8 juta dan pada 2012 turun menjadi US$ 40,3 juta. Volume barang juga turun dari semula 9.200 ton menjadi 5.800 ton.
Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Surakarta, Winoto, mengatakan penurunan dipengaruhi faktor internal dan eksternal. Secara internal, ada pengalihan pengajuan dokumen ekspor dari Surakarta ke kota lain. “Di Jawa Tengah tidak hanya Surakarta yang bisa mengurus dokumen ekspor. Pengusaha bisa mengurusnya di Semarang dan Cilacap. Bahkan, kadang di Yogyakarta,” ujarnya kepada Tempo di ruang kerjanya, Kamis, 10 Januari 2013.
Pengusaha mengalihkan pengurusan dokumen ekspor karena memilih lokasi yang paling dekat dengan tempat usaha atau karena mitra bisnisnya berdiam di kota lain. Sedangkan faktor eksternal, penurunan nilai dan volume ekspor Surakarta karena masih terpengaruh krisis global. Oleh sebab itu, permintaan dari pasaran internasional sepi. “Kebanyakan ekspor kami ke pasar tradisional seperti Amerika, Belanda, Perancis, dan Jerman,” katanya.
Dia menjelaskan pengusaha belum berani menjual ke pasar nontradisional seperti Asia, Timur Tengah, dan Afrika. Saat ini memang sudah ada pengusaha yang mencoba pasar nontradisional, tapi masih sedikit. “Pasar Asia bagus untuk penjualan mebel, tekstil, dan produk tekstil,” ujarnya.
Produk unggulan ekspor Surakarta sepanjang 2012, yaitu tekstil dan produk tekstil, mebel, dan batik. Nilai ekspor tekstil dan produk tekstil sebesar US$ 21,3 juta, mebel US$ 3,7 juta, dan batik US$ 10,4 juta.
Sedangkan negara tujuan utama ekspor seperti Amerika dengan nilai US$ 10,8 juta, Jerman US$ 6 juta, Belanda US$ 4,2 juta, Inggris Raya US$ 3,9 juta, dan Prancis US$ 2,1 juta.
Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Surakarta, David Wijaya, mengatakan nilai ekspor mebel turun pada 2012. Hanya saja jumlahnya tidak besar. “Paling turun US$ 5 juta jika dibandingkan 2011,” katanya. Sepanjang 2012 dia memperkirakan nilai ekspor mebel di eks-Karesidenan Surakarta sekitar US$ 60 juta.
Selain karena krisis di pasar Eropa, penurunan nilai ekspor karena nilai tukar rupiah melemah dan kenaikan harga bahan baku.
UKKY PRIMARTANTYO