TEMPO.CO, Yogyakarta- Ketua Koperasi Restu Abadi, Lembaga Usaha Syari’ah, Kecamatan Sewon, Bantul, Miftah Zaeni menyatakan prihatin dengan banyaknya orang yang terjerat utang rentenir atau biasa disebut bank plecit. Ia mengatakan beberapa bank plecit itu berbentuk koperasi simpan pinjam.
Ia mengatakan, dalam praktik rentenir, ada satu koperasi simpan pinjam yang bisa melakukan transaksi hingga 26 transaksi dengan nasabahnya. Penagih utang dari koperasi simpan pinjam itu berbeda-beda. Menurut dia, bunga yang dibebankan bank plecit dan koperasi simpan pinjam kepada para penghutang biasanya sangat tinggi, yakni mencapai 33 persen hingga 45 persen. “Oleh karena itu, penghutang menjadi terbelit dan tidak mampu melunasinya,” katanya, Ahad 6 Januari 2013.
Baca Juga:
Ia mencontohkan setiap pinjaman sebesar Rp100 ribu, para penghutang harus melunasi selama 10 minggu. Pelunasan setiap minggu sebesar Rp13 ribu. Uang pinjaman yang diterima nasabah dipotong sebesar Rp15 ribu. Sedangkan untuk pinjaman sebesar Rp 500 ribu harus dilunasi dalam jangka waktu 30 hari. Setiap hari nasabah membayar sebesar Rp20 ribu. Potongan pinjaman untuk biaya administrasi sebesar Rp50 ribu.
Kepala Seksi Fasilitasi Pembiayaan dan Simpan Pinjam Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi, Bantul Sapto Wijanarko, mengatakan koperasi yang tercatat berbadan hukum di Bantul mencapai 465 koperasi. Koperasi yang berbadan hukum di Bantul rata-rata hanya membebankan bunga pinjaman sebesar 2-3 persen “Yang tidak berbadan hukum biasanya berbentuk paguyuban atau perorangan. Bunga pinjaman belum terpantau,” katanya.
Pihaknya selama ini belum mendata jumlah bank plecit atau rentenir yang ada di Bantul. “Kami menekankan jangan melakukan tindakan kasar atau kekerasan saat menagih utang,” katanya.
SHINTA MAHARANI