TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Industri Unggul Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian, Budi Darmadi, mengatakan Indonesia sebenarnya berpotensi mengembangkan mobil listrik seperti yang dimiliki Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan. Namun syaratnya, Indonesia harus memiliki infrastruktur yang dibutuhkan.
"Bisa saja dikembangkan, tapi pasar mobil listrik memang masih kecil. Di Jepang saja masih 0,5-1 persen," katanya kepada Tempo, Selasa, 25 Desember 2012.
Menurut dia, mobil listrik masih akan menjadi second car, bukan first car. Sebab, pengisian listriknya masih terbilang sulit. Di Jepang, ada beberapa daerah di mana mobil listrik menjadi first car, tapi mobil tersebut digunakan untuk jarak tempuh yang terbatas.
Kementerian Perindustrian menilai ada dua faktor utama yang mempengaruhi pengembangan mobil listrik secara komersial. Pertama, pengembangan infrastruktur untuk pengisian listrik sebagai bahan bakar dan teknologi baterai yang digunakan sebagai sumber tenaga mobil listrik.
Pembangunan infrastruktur pengisian listrik pun bukan menjadi hal yang mudah. Budi menilai pemerintah daerah setempat sebagai otoritas yang berwenang harus memiliki komitmen yang besar untuk membangun stasiun pengisian listrik. "Mobil listrik terhambat menjadi komersial karena ketersediaan untuk fasilitas quick charge yang terbatas," katanya.
Mobil listrik bisa saja di-charge di rumah, tetapi kapasitas listrik di rumah tersebut harus mencapai 3.000 KVA. Pengisian pun berlangsung lama, yakni sekitar 6 jam. Hal ini dinilai menjadi hambatan karena jumlah masyarakat yang memiliki rumah dengan kapasitas listrik 3.000 watt juga belum menjadi mayoritas.
Hambatan kedua adalah baterai yang digunakan untuk menggerakkan mobil listrik. Menurut Budi, berat baterai mobil listrik bisa mencapai 250-300 kilogram. Baterai ini bisa membuat mobil menjadi lebih berat. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah mengurangi jumlah orang dalam mobil atau memindahkan kursi belakang. "Masalah berat baterai bisa diatasi jika ada pengembang yang bisa menghasilkan baterai dengan berat yang lebih ringan," katanya. Sekali mengisi baterai, jarak tempuh mobil bisa mencapai 120 kilometer.
Untuk mengembangkan mobil listrik di dalam negeri, Indonesia membutuhkan kerja sama pemerintah daerah untuk menyiapkan stasiun pengisian listrik, pengusaha yang berani mengambil risiko, serta produsen yang bisa mengembangkan baterai dengan berat yang jauh lebih ringan. Masalah harga, Budi memperkirakan mobil listrik bisa dijual dengan harga Rp 160 juta untuk mobil listrik berukuran kecil dan Rp 250-300 juta untuk mobil listrik berukuran besar.
Kisaran harga ini berlaku karena pajak penjualan atas barang mewah (PpnBM) belum diberlakukan. Jika PpnBM berlaku, kemungkinan harga akan naik. Budi sendiri tidak berani memprediksi berapa tahun lagi mobil listrik komersial bisa dikembangkan di Tanah Air.
ANANDA TERESIA