TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Pemotongan Hewan Indonesia (APPHI) menyatakan, rumah pemotongan hewan (RPH) kebanjiran permintaan untuk memotong sapi betina produktif. Ini merupakan akibat dari pemangkasan kuota impor daging sapi setiap tahun oleh pemerintah,
Ketua Umum APPHI Abud Hadiyanto mengatakan, pengusaha pemotongan atau penjagal tak kuasa menolak permintaan memotong sapi betina produktif. Sebab, industri membutuhkan pasokan bahan baku daging.
"Ini karena ada kelangkaan daging dan sapi di dalam negeri," kata Abud dalam dialog publik "Swasembada atau Kelangkaan Daging Sapi" di kantor Hipmi Center, Jakarta, Selasa, 11 Desember 2012.
Rumah potong hewan di Jabodetabek yang tergabung dalam APPHI, kata dia, setidaknya memotong 1.500-2.000 ekor sapi setiap harinya. Kini, rumah potong kesulitan mendapat pasokan sapi dari feedloter (penggemukan sapi) karena kuota berkurang.
Tahun ini pemerintah menetapkan kuota impor sapi bakalan untuk feedloter sebanyak 283 ribu ekor dan kuota impor daging beku 41 ribu ton. Sedangkan tahun depan, pemerintah kembali memangkas kuota impor sapi bakalan dan daging beku. Untuk 2013, kuota impor sapi bakalan telah ditetapkan sebesar 267 ribu ekor dan impor daging beku sebanyak 32 ribu ton. "Kami dapat sapi dari feedloter dan dari peternak lokal melalui belantik," katanya.
Abud melanjutkan, dengan membanjirnya pasokan sapi betina produktif di rumah potong, ia meragukan pencapaian program swasembada pemerintah. Karena itulah ia meminta pemerintah untuk menghitung kembali jumlah sapi potensial yang boleh dipotong.
Alasan lain membanjirnya permintaan pemotongan sapi betina produktif ini adalah tak adanya pasokan sapi jantan lokal. Akibatnya, pemotongan sapi di rumah potong hewan kini hanya bisa sebanayk 1.200 ekor per hari.
Sementara itu, Direktur Budi Daya Ternak Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Fauzi Luthan, mengatakan, pemerintah telah memberikan insentif kepada peternak agar tidak menjual atau memotong sapi betina produktifnya. Untuk tahun ini saja, pemerintah sudah menganggarkan Rp 500 miliar untuk program penyelamatan sapi betina produktif.
"Insentif sudah kami keluarkan paling banyak untuk sentra sapi seperti Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan," katanya.
Setiap peternak, ia melanjutkan, akan diberikan uang pengganti sebesar Rp 500.000-750.000 untuk tidak menjual dan memotong sapi yang sedang bunting. Peternak yang mendapat insentif ini tidak boleh menjual sapinya sampai melahirkan.
ROSALINA