TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kini tengah membahas revisi UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas). Anggota Komisi Energi DPR, Satya Widya Yudha, menargetkan revisi itu bakal segera selesai. "Akhir tahun depanlah, rampung," ujarnya dalam diskusi di Wisma Antara, Jakarta, Senin 10 Desember 2012.
Satya menyatakan, saat ini rancangan undang-undang baru migas itu tengah dibahas secara internal di tingkat fraksi. Setelah itu, tahapan berikutnya adalah pembahasan di tingkat paripurna. Pembahasan di tingkat paripurna sendiri maksimal menghabiskan dua kali masa sidang. Satu masa sidang lamanya 3-4 bulan. "Saya kira Januari sudah bisa dibawa ke paripurna," kata Satya.
Dalam undang-undang migas itu, menurut Satya, nantinya peran Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) akan diperjelas sehingga tidak lagi menimbulkan kerancuan hukum dan keraguan investasi. Hanya saja, Satya belum memastikan bagaimana format idealnya. "Itu sedang kami exercise," ujarnya.
November lalu, Mahkamah Konstitusi, melalui putusan bernomor 36/PUU-X/2012, menyatakan keberadaan BP Migas bertentangan dengan UUD 1945. Artinya, BP Migas harus dibubarkan.
Tak cuma pembubaran BP Migas, putusan ini ternyata berimbas terhadap BPH Migas yang juga terancam dibubarkan.
Pemerintah sendiri kemudian membentuk Satuan Kerja Sementara Pelaksana Hulu Minyak dan Gas (SKSP Migas) untuk menggantikan fungsi BP Migas. Badan baru itu dikepalai oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik.
PINGIT ARIA
Berita Terpopuler:
Bupati Aceng Nikahi Shinta, Pestanya Meriah
Gaya Mewah Djoko Susilo, Nunun, dan Miranda
Kemenangan Zaki Ubah Peta Politik Keluarga Atut
Mubarok Akui Partai Demokrat Semrawut
Sutan Bhatoegana: Lepas dari Hambalang, Anas Melejit