TEMPO.CO, Jakarta - PT Pertamina tengah menyiapkan sistem baru untuk mencegah penyelewengan bahan bakar minyak dikemudian hari. "Kami akan mengganti sistem pembayaran BBM bersubsidi dari sistem poin of sales menjadi sistem monitoring dan pengendalian," kata Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina, Hanung Budya, di komplek Parlemen, Senayan, 3 Desember 2012.
Hanung menjelaskan, sistem baru tersebut sangat efektif dalam mencegah terjadi penyelewengan penggunaan BBM bersubsidi yang banyak terjadi saat proses distribusi. Caranya, lanjut dia, dengan mengintegrasikan sistem distribusi dari depot ke stasiun pengisian bahan bakar hingga dibeli oleh konsumen secara elektronik dengan menggunakan sistem teknologi informasi.
Sistem teknologi informasi tersebut nantinya akan disambungkan ke depot, SPBU, dan kantor Pertamina. "Dengan sistem ini, dapat diketahui berapa banyak BBM bersubsidi yang disalurkan dari depot ke SPBU dan mencegah terjadinya penyelewengan saat proses distribusi tersebut," kata Hanung.
Selain mengetahui proses distribusi BBM bersubsidi di depot dan SPBU, sistem tersebut juga memungkinkan Pertamina mengetahui seberapa banyak konsumsi BBM bersubsidi per kendaraan bermotor berdasarkan nomor polisi. Melalui sistem tersebut, Pertamina dapat mencatat setiap transaksi pembelian BBM bersubsidi, waktu pembelian, jenis BBM yang dibeli, serta lokasi pengisian bahan bakar.
"Cara ini sangat efektif untuk mengawasi kendaraan-kendaraan yang tidak diperbolehkan mengkonsumsi BBM bersubsidi, semisal mobil dinas. Sehingga, praktik penyelewengan konsumsi BBM bersubsidi juga dapat ditekan," kata Hanung.
Hanung menjelaskan, sistem ini telah diterapkan di 108 SPBU di Kalimantan. Pertamina menargetkan ada 112 SPBU di Kalimantan yang menerapkan sistem baru tersebut hingga akhir tahun ini. Dia mengatakan, pemasangan sistem di 108 SPBU tersebut merupakan proyek percontohan Pertamina untuk memastikan bahwa sistem ini dapat berjalan di seluruh SPBU di dalam negeri.
Saat ini, lanjutnya, Pertamina tengah melakukan tender pengadaan alat sistem teknologi informatika tersebut untuk dipasang di seluruh SPBU milik Pertamina. Ia menjelaskan, pengadaan alat sistem ini memang ditargetkan tidak dibebani kepada anggaran pendapatan dan belanja negara. "Target kami Januari 2013 sudah ada pemenang tender," kata Hanung. Sehingga pemasangan alat juga dapat segera dilakukan tahun itu juga.
Hanya saja, kata dia, sistem distribusi baru tersebut akan menambah biaya distribusi BBM bersubsidi Rp 20 per liter. Jika dihitung keseluruhan, kata Hanung, maka pengadaan sistem ini akan menambah biaya distribusi hingga Rp 600 miliar.
"Itu harga yang pantas untuk menyelamatkan anggaran subsidi sebesar Rp 7 triliun per tahun," kata dia.
Berdasarkan perkiraannya, pemasangan alat tersebut mampu menyelamatkan setidaknya 1-1,5 juta kilo liter BBM bersubsidi per tahun dari penyelewengan. Jumlah tersebut setara dengan Rp 7 triliun.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik mengatakan salah satu penyebab terjadinya over kuota BBM bersubsidi adalah sulitnya pengawasan pengadaan dan distribusi BBM bersubsidi. Ia mengatakan, sumber daya manusia di Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi tidak mungkin terus mengawasi SPBU-SPBU terus menerus. Karena itu, harus dicari terobosan lain untuk menekan penyelewengan BBM bersubsidi.
RAFIKA AULIA