TEMPO.CO, Jakarta - Meski sejumlah pelaku perbankan mengaku keberatan atas rencana koefisiensi besaran pungutan sebesar 0,03-0,06 persen dari aset, Otoritas Jasa Keuangan mengisyaratkan tak akan mengoreksi perhitungan pungutan. Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman Hadad, besaran pungutan sudah dihitung sedemikian rupa.
"Pungutan besar itu kan relatif, saya pikir bisa didiskusikan," kata Muliaman saat ditemui di Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia, Senin, 26 November 2012.
Oleh karena itu, penerapannya nanti, kata Muliaman, akan dilakukan secara bertahap. Ia mengatakan, hal ini pun telah disosialisasikan kepada pihak industri keuangan dan perbankan. "Mereka memahami, terutama karena pentingnya pungutan akan dikembalikan ke industri agar bisa berkembang lebih baik," ujar dia.
Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional, Sigit Pramono, mengatakan, pungutan OJK kepada perbankan terlalu besar. Sebab, biaya pengaturan dan pengawasan perbankan oleh OJK jauh lebih besar daripada biaya pengaturan dan pengawasan bank oleh BI selama ini. “Setahun kalau dari bank saja bisa ambil Rp 2,4 triliun," ujar dia.
Seperti diketahui, OJK akan melakukan pungutan kepada pelaku industri keuangan secara bertahap mulai tahun 2013. "Pentahapan tersebut diberlakukan untuk pungutan berkala tahunan supaya tidak kaget," kata Kepala Biro Pembiayaan dan Penjaminan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), Mulabasa Hutabarat, Kamis pekan lalu.
Pungutan OJK akan berlaku untuk seluruh sektor keuangan, di antaranya bank umum, Bank Perkreditan Rakyat, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, Asuransi Jiwa, dan Asuransi Umum, dengan satuan aset sebesar 0,03 persen hingga 0,06 persen pada 2013-2015. Dilakukan bertahap, tahun 2013 akan dipungut 50 persen, 75 persen pada 2014, dan 100 persen pada 2015.
Namun sejumlah bank keberatan dengan tingginya pungutan OJK tersebut. Bila dipaksakan, Direktur Utama PT BNI Tbk Gatot Suwondo khawatir besarnya anggaran OJK itu akan dibebankan kepada nasabah.
Ekonom Universitas Gadjah Mada, Tony Prasetiantono, menyatakan besarnya pungutan OJK ini akan mendorong perbankan menaikkan suku bunga kredit dan memberatkan nasabah. Ia pun menilai tak etis bila pungutan ditetapkan sebelum lembaga berdiri. "OJK berdiri dulu, baru angka ditentukan. Kalau begini bisa jadi perbankan berpikir lebih baik BI saja," ucapnya.
Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk Zulkifli Zaini juga berharap OJK kembali mempertimbangkan besaran pungutan kepada perbankan, khususnya agar ada pembedaan persentase dengan besar aset suatu bank. "Persentasenya lebih kecil untuk bank dengan aset lebih besar, atau alternatif lain adalah pungutan yang didasarkan risiko atau risk based," ujarnya.
AYU PRIMA SANDI