TEMPO.CO, Palembang - Sengketa pengelolaan area tambang antara PT Bukit Asam Tbk dan Pemerintah Kabupaten Lahat memasuki babak baru. Dewan Perwakilan Rakyat merasa perlu untuk memediasi persoalan ini agar segera mendapatkan kepastian hukum. Karena itu, Komisi Badan Usaha Milik Negara DPR akan memanggil Menteri BUMN Dahlan Iskan, manajemen Bukit Asam, dan Pemerintah Kabupaten Lahat.
Demikian disampaikan oleh Edhy Prabowo, anggota Komisi BUMN DPR, dalam rapat bersama antara Komisi BUMN dan sejumlah BUMN yang ada di Sumatera Selatan. Menurut dia, persoalan ini menjadi panjang karena adanya arogansi kekuasaan oleh petinggi Bukit Asam pada masa lalu. "Kami perlu mendengar langsung dari Pak Dahlan apa sebenarnya yang terjadi," katanya di Palembang.
Menurut Edhy, secara kasat mata, area sengketa seluas 26 ribu hektare tersebut merupakan hak milik yang sah dari Bukit Asam. "Tinggal perlu pendekatan kepada Pemkab dan pemilik kuasa pertambangan," ujar dia.
Jajaran Direksi Bukit Asam (PT BA) optimistis sengketa lahan pertambangan batu bara dengan Pemerintah Kabupaten Lahat akan selesai. Kasus sengketa lahan yang telah berlangsung lebih dari delapan tahun ini telah membuat mantan Bupati Lahat, Harunata, dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi karena diduga ada kerugian uang negara yang mencapai Rp 20 triliun.
"Kami sangat berterima kasih pada Komisi VI yang akan mendukung kami dalam sengketa ini," kata Milawarma, Direktur Utama PT BA. Menurut Milawarma, sebelum menempuh jalur hukum, perseroan sudah pernah melakukan mediasi dan pendekatan dengan pihak-pihak terlapor, namun tidak ada tanggapan positif dari Pemkab dan mantan Bupati Lahat, Harunata.
Menurut Sekretaris Perusahaan Bukit Asam Joko Pramono, sengketa lahan ini telah dilaporkan kepada KPK karena ada dugaan kerugian negara. “Kami berharap sengketa lahan pertambangan batu bara di Lahat ini cepat selesai dan sekarang prosesnya sudah di KPK, sehingga bisa segera dieksploitasi," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, sengketa lahan Bukit Asam dengan Pemerintah Kabupaten Lahat sudah berlangsung sejak 2004. Bukit Asam sebagai pemegang hak tunggal melakukan kegiatan eksplorasi dari 1990 hingga 1992, kemudian diperpanjang sampai 2003. Selanjutnya, Bukit Asam ingin meningkatkan kuasa pertambangan (KP) menjadi eksploitasi kepada Gubernur Sumatera Selatan. Namun, saat pengajuan peningkatan KP dari eksplorasi menjadi eksploitasi, izin justru dicabut oleh Gubernur Sumatera Selatan saat itu, Syahrial Oesman.
Selama proses pengajuan KP tersebut itulah, Bupati Lahat kemudian memindahtangankan KP tersebut kepada empat perusahaan swasta dengan mengeluarkan keputusan nomor 540/63/64/65/277/Kep/Pertamben/2005.
PARLIZA HENDRAWAN
Terpopuler:
Alasan Pengusaha Enggan Naikkan Upah Buruh
Demo Buruh, Bata Bakal Hengkang dari Indonesia
Dahlan Enggan Sebut Tambahan Nama Pemeras BUMN
Obama Menang, Harga Minyak Diprediksi Stabil
Kadin: Di Bawah Obama, AS Mitra Dagang Terbaik