TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti memperkirakan neraca perdagangan Indonesia hingga akhir 2012 akan mengalami surplus yang sangat tipis. Surplus perdagangan hanya akan di bawah US$ 5 miliar (Rp 48,1 triliun), salah satunya akibat lambatnya pencairan pinjaman impor.
"Pertumbuhan ekonomi domestik di semester II juga melambat," kata dia kepada Tempo, Jumat, 2 November 2012.
Melambatnya aliran kredit dibanding pada semester sebelumnya membuat nilai impor bahan baku turun. Namun, menurut Destry, tren impor minyak tetap tinggi karena konsumsi bahan bakar meningkat.
Dari sisi ekspor, pertumbuhan pesat akan dialami minyak sawit mentah karena harga menurun. Selain itu, permintaan dari Cina--yang menjadi konsumen utama komoditas ini--terus meningkat. "Kebutuhan minyak sawit di negara itu tinggi karena digunakan sebagai nilai tambah komoditas dasar," katanya.
Badan Pusat Statistik mencatat neraca perdagangan Indonesia pada September 2012 mengalami surplus sebesar US$ 552,9 juta. Angka itu naik dibanding pada Agustus 2012, yang mencapai US$ 248 juta. Dalam catatan BPS, kinerja ekspor Indonesia pada September 2012 mencapai US$ 15,9 miliar, sedangkan impor sebesar US$ 15,35.
Pada Januari-September, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus US$ 1,03 miliar. Surplus tersebut diperoleh dari ekspor US$ 143 miliar dan impor US$ 141,97 miliar. Kenaikan nilai ekspor didorong permintaan minyak sawit.
ANGGA SUKMA WIJAYA
Berita lain:
BBM Tak Naik, Pemerintah Bakar Uang Rp 1.000 T
Akuisisi Bank Saudara, Izin Bank Woori Diproses
Tiga Perusahaan Bakrie Merugi Di Kuartal III 2012
Sigit Pramono Kembali Pimpin Perbanas