TEMPO.CO, Jakarta - Anjloknya harga mutiara Indonesia jenis South Sea Pearls (SSP) membuat pengusaha mutiara khawatir. Ketua Umum Asosiasi Budi Daya Mutiara Indonesia (Asbumi), Anthony Tanios, mengatakan, saat ini yang dibutuhkan pengusaha untuk menjaga harga mutiara adalah kebijakan dari pemerintah.
"Kami minta pemerintah ada regulasi untuk memperkecil cost produksi kami. Selama ini cost memberatkan kami, sehingga margin menjadi tipis," kata Anthony saat ditemui di sela Indonesia Pearls Festival 2012, di Balai Kartini, Jakarta, 1 November 2012.
Asbumi, kata Anthony, meminta regulasi soal subsidi bahan bakar minyak (BBM). Selama ini, pengusaha budi daya mutiara belum mendapatkan subsidi BBM. Padahal, mereka menyumbang 40 persen dari biaya produksi budi daya mutiara.
"Produksi mutiara ini kan banyak di Indonesia bagian timur, yang infrastrukturnya masih kurang. Kami sudah berupaya dapat subsidi BBM, tapi tidak bisa karena pemerintah bilang terbatas," ujarnya.
Jika memang tidak bisa mendapat BBM subsidi, lanjut Anthony, setidaknya pemerintah harus bisa menjamin ketersediaan BBM non-subsidi seperti solar. Ia mengeluhkan pasokan solar untuk kebutuhan perusahaan masih sulit. BBM diperlukan untuk pemakaian listrik dan genset alat produksi.
Langkah lain menyiasati tingginya biaya produksi, pengusaha melakukan efisiensi pemakaian alat. "Misal dari pagi sampai sore genset tidak dipakai, baru malam saja dinyalakan untuk listrik juga," ujarnya.
Pengusaha budi daya mutiara, ia menjelaskan, biasanya mendapatkan konsesi untuk titik koordinat laut. Satu titik radius seluas 85 hektare dan jarak antar titik 500 meter. Satu perusahaan biasanya meminta konsesi untuk 5-6 titik koordinat.
"Proses budi daya mutiara ini butuh biaya dan waktu. Yang paling kami khawatirkan adalah pencemaran limbah dari pabrik lain atau penangkapan ikan oleh nelayan dengan potasium," kata Anthony.
Sementara itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengatakan sedang menyusun peraturan menteri tentang pengendalian mutu mutiara yang masuk ke dalam wilayah Republik Indonesia. Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif Cicip Sutardjo, mengatakan, dengan aturan tersebut diharapkan harga mutiara bisa kembali naik. "Selain peraturan menteri ini kami juga akan memberikan empat dukungan," kata Sharif dalam kesempatan sama.
Dukungan itu adalah pembangunan Brodstock Center di Karang Asem, Bali; pembentukan Direktorat Pengembangan Produk Perikanan Non-Konsumsi; membentuk Komisi Hasil Perikanan Sub-Komisi Mutiara Indonesia, dan mendorong terbitnya standar nasional Indonesia (SNI) mutiara.
Indonesia merupakan penghasil mutiara SSP yang berasal dari kerang Pinctada maxima, baik dari hasil alam maupun budi daya. Sentra pengembangan kerang ini tersebar di beberapa daerah seperti Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.
ROSALINA