TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) meminta Indonesia mempertimbangkan kembali soal kebijakan pembatasan impor produk pertanian. Salah satunya dengan cara melakukan reformasi pajak ekspor dan impor produk pertanian. Langkah itu dinilai akan mendorong investasi di sektor tersebut dan memperbaiki ketahanan pangan nasional.
Direktur Bidang Perdagangan dan Pertanian OECD, Ken Ash, mengatakan, pertanian menyumbang sekitar 15 persen terhadap produk domestik bruto Indonesia. Sektor itu juga telah mempekerjakan sekitar 42 juta orang dari total populasi sekitar 240 juta jiwa.
Menurut dia, pembatasan impor akan mengurangi daya saing sektor pertanian serta membatasi produktivitas dan pertumbuhan. Selain itu juga meningkatkan biaya pangan bagi rakyat miskin.
“Jika tujuannya adalah untuk memperbaiki akses rakyat Indonesia terhadap pangan, seharusnya pemerintah Indonesia tidak berpikir membuat kebijakan yang bisa mengakibatkan kenaikan harga pangan,” ujarnya, seperti dilansir Reuters, 10 Oktober 2012.
Indonesia menetapkan batas impor dan tarif pada beberapa item produk pangan, seperti gula, gandum, beras, dan kedelai. Pembatasan itu sering kontraproduktif ketika harga pangan global sedang meroket.
Pekan lalu, asosiasi industri gandum di Indonesia meminta pemerintah untuk menetapkan tarif impor sebesar 20 persen pada produk gandum untuk melindungi industri penggilingan gandum dalam negeri.
Meskipun memiliki status sebagai importir gula terbesar di dunia, Indonesia memperketat impor gula untuk melindungi petani lokal dan membantu pabrik penggilingan tebu dalam negeri.
Pajak ekspor produk pertanian juga berdampak pada para produsen lokal. Dengan demikian, sektor pertanian menjadi tidak ramah bagi investor.
Indonesia masuk dalam 10 besar produsen pertanian terbesar di dunia, produsen terbesar minyak sawit, dan produsen terbesar ketiga kakao. Namun Indonesia telah memberlakukan pajak ekspor minyak sawit dan kakao untuk memastikan pasokan domestik, mendorong pendapatan, dan mendukung industri pengolahan di dalam negeri.
“Dengan melakukan itu, maka ada kekecewaan yang dialami oleh para petani di Indonesia,” kata Ash.
Guna meningkatkan investasi di sektor pertanian, kata dia, Indonesia harus mengurangi pajak ekspor, menegakkan hukum kehutanan, dan memperbaiki infrastruktur. Selain itu, Indonesia juga harus mempermudah akses kredit, isu kepemilikan lahan, dan meningkatkan pendanaan pada riset pertanian.
OECD juga menyarankan Indonesia untuk mengganti biaya subsidi pupuk dengan skema voucher, memperbaiki pasokan air, dan menawarkan pendidikan dan bantuan bagi para petani agar mereka tidak meninggalkan sektor ini.
OECD menambahkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini diperkirakan melampaui 6 persen, namun sekitar separuh jumlah penduduk masih hidup dengan pendapatan di bawah US$ 2 per hari.
Lonjakan harga pangan global, seperti harga kedelai dan jagung, tahun ini sangat berdampak kepada masyarakat miskin di pedesaan. OECD menyarankan Indonesia untuk meningkatkan peranan Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) agar tidak hanya mengurusi beras, namun juga mengembangkan cadangan pangan lebih besar.
REUTERS | ABDUL MALIK
Berita Terpopuler:
Kasus Novel Baswedan Ditengarai Janggal
2/3 Bintang Film Porno Jepang Jadi Pelacur
Gaji Menteri Tak Cukupi Kebutuhan Siti Fadilah
Seberapa Sering Idealnya Suami Istri Bercinta?
Kata Siti Fadilah Soal Uang ke Cici Tegal