TEMPO.CO , Jakarta - Konsultan Perencanaan Jembatan Selat Sunda menilai studi banding ke Jepang yang dilakukan pemerintah lemah. Alasannya, jembatan yang dijadikan rujukan yaitu Akashi-Kaikyo menggunakan teknologi yang sudah kuno.
"Tidak ada yang khusus jika pemerintah berkunjung ke sana," kata Konsultan Jembatan Selat Sunda, Wiratman Wangsadinata kepada Tempo pada Ahad, 23 September 2012. Menurut dia, status tersebut sebagai "suspension bridge" atau jembatan gantung terpanjang menjadikan tempat tersebut sebagai rujukan.
Seharusnya, kata profesor dari Institut Teknik Bogor ini, pemerintah merujuk pada Jembatan Selat Messina di Italia yang bentang tengahnya mencapai 3,3 kilometer. Alasannya, bentang tengah Jembatan Akashi-Kaikyo hanya 1,9 kilometer sedangkan bentang tengah Jembatan Selat Sunda rencannya sepanjang 2,2 kilometer.
Kesamaan lain antara Jembatan Selat Messina dengan Jembatan Selat Sunda adalah soal rencana pembangunan rel kereta api di atasnya. Di Jembatan Selat Messina pemerintah Italia membangun rel kereta sepanjang 19 kilometer.
Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak mengatakan tinjauan ke Jembatan Akashi-Kaikyo hanya mengadopsi manajemen gempanya. Menurut dia, baik Jembatan Akashi-Kaikyo maupun Jembatan Selat Sunda sama-sama di daerah rawan gempa.
Menurut kajian Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, kawasan Selat-Sunda memiliki potensi gempa tektonik hingga 8,6 skala richter. Kajian ini diperkuat oleh Institut Teknik Sepuluh Nopember yang menyatakan Selat Sunda merupakan zona gempa paling hebat.
SYAILENDRA
Berita terpopuler lainnya:
Ditanya Soal Kemenangan Jokowi, Rhoma Bungkam
Jokowi Tak Mau Dikawal, Polisi Memaklumi
Presiden ''Termiskin'' Sumbang 90 Persen Gajinya
Crop Circle Ditemukan 25 Meter di Bawah Laut
KPK Siap Proses Dugaan Gratifikasi untuk Jokowi
Sidak Denny Indrayana di LP Banjarmasin Ricuh
Presiden SBY: Selamat Buat Jokowi
Jokowi-Ahok Akan Kaji Ulang Proyek Warisan Foke
Foke Minta Para Kepala Dinas Bantu Jokowi