TEMPO.CO, Jakarta - Tekanan terhadap rupiah masih bisa berlanjut menjelang akhir bulan seiring dengan mulai terbatasnya pelemahan dolar Amerika Serikat terhadap mata uang utama dunia. Pelemahan euro di bawah US$ 1,3 membuat dolar AS dapat kembali menguat terhadap rupiah dan mata uang Asia lainnya.
Head of Research Treasury Bank Negara Indonesia, Nurul Eti Nurbaeti, mengatakan menjelang akhir bulan permintaan dolar AS dari korporasi untuk membiayai impor akan cenderung meningkat, sehingga dapat menekan rupiah sepanjang pekan ini.
Dia memprediksi rupiah akan diperdagangkan dalam rentang 9.500 hingga 9.585 per dolar AS. “Meningkatnya permintaan dolar AS di pasar domestik dan keluarnya data ekonomi AS membuat rupiah masih akan bergerak fluktuatif dengan kecenderungan melemah,” tuturnya.
Ketegangan antara Jepang dan Cina membuat para pelaku pasar kembali berhati-hati untuk masuk ke pasar berkembang, termasuk rupiah. Perlahan-lahan mereka kembali memegang dolar AS.
“Bila konflik semakin memanas, sebenarnya menguntungkan bagi Indonesia, karena ada kemungkinan Jepang akan merelokasi investasinya ke sini dan mendorong adanya aliran dana asing,” ia menuturkan.
Tingginya imbal hasil obligasi di kawasan Eropa hingga di atas 6 persen menjadikan euro menjadi aset yang menarik meski risikonya cukup besar.
Kendati bank sentral utama dunia telah menggelontorkan pelonggaran moneter lanjutan, hal itu belum mampu menghilangkan kecemasan investor terhadap prospek zona Eropa yang masih dililit krisis utang.
Pekan lalu rupiah sempat menguat hingga level 9.450 an per dolar AS, tapi kini sudah kembali berada di atas 9.550 per dolar AS. Pada Jumat pekan lalu rupiah ditutup di level 9.554 per dolar AS, yang berarti melemah 49 poin (0,5 persen) dari posisi pekan sebelumnya di 9.505 per dolar AS.
PDAT | VIVA B. KUSNANDAR