TEMPO.CO, Jakarta - Berita positif dari kawasan Eropa diharapkan kembali membuka ruang penguatan bagi rupiah sepanjang pekan ini dan bisa menjauh dari level 9.600 per dolar Amerika Serikat.
Presiden Bank Sentral Eropa, Mario Draghi, yang mengeluarkan perincian langkah pembelian obligasi negara kawasan Uni Eropa yang dilanda krisis utang mendorong aksi pembelian aset yang dianggap berisiko tinggi. Imbasnya, mata uang euro, bursa saham, dan mata uang Asia berhasil menguat seiring dengan melemahnya dolar AS.
Depresiasi dolar AS terhadap euro membuat tekanan mata uang Negeri Abang Sam terhadap rupiah juga akan mereda. Kendati menguatnya mata uang tunggal Eropa juga dapat melemahkan rupiah di transaksi crossing.
Analis dari Treasury Bank Negara Indonesia, Raditya Ariwibowo, mengatakan setelah sempat menyentuh level resistan di 9.600 per dolar AS, rupiah berpotensi melanjutkan penguatan pekan ini.
Lelang surat utang negara (SUN) pada hari Selasa besok dengan target indikatif Rp 5 triliun, rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, dan pertemuan Bank Sentral AS (The Fed) Kamis mendatang akan mempengaruhi pergerakan rupiah.
“Masih terkendalinya inflasi hingga bulan Agustus diprediksi akan mendorong BI mempertahankan suku bunga acuannya di level sekarang 5,75 persen,” tuturnya.
Raditya memperhitungkan rupiah akan diperdagangkan dalam kisaran 9.500 hingga 9.600 per dolar AS pekan ini. Lelang SUN dan berita positif Eropa dapat menjadi penopang apresiasi rupiah.
Membaiknya data ekonomi AS yang dirilis ditambah membaiknya angka pengangguran dapat meredupkan harapan The Fed akan menggulirkan program stimulus lanjutan dalam waktu dekat.
Akhir pekan lalu rupiah berhasil menguat 21 poin ke posisi 9.570 per dolar AS seiring menguatnya harga saham dan terapresiasinya mata uang Asia setelah keluarnya pernyataan Presiden Bank Sentral Eropa mengenai pembelian obligasi.
PDAT | VIVA B. KUSNANDAR