TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengakui volume ekspor bahan mineral terus mengalami penurunan sejak pemberlakuan tarif pajak tambahan 20 persen yang diberlakukan sejak Mei lalu. Namun beruntung di saat bersamaan terjadi peningkatan ekspor nonmigas yang cukup signifikan ke beberapa negara berkembang yang baru dijajaki Indonesia.
"Peningkatannya cukup signifikan mengisi menurunnya ekspor unggulan kita," ujarnya dalam konferensi pers, Selasa, 4 September 2012.
Sejak diberlakukannya pajak tambahan 20 persen, ekspor bahan mineral terus mengalami penurunan, dari 14,3 juta ton menjadi 6,2 juta pada April 2012 dan terus menurun hingga 1,7 juta ton pada Juni. "Angka ini diprediksi bakal terus mengalami penurunan hingga akhir tahun,".
Gita mengatakan di tengah merosotnya penurunan ekspor barang mineral, nilai ekspor non migas Indonesia ke beberapa pasar baru justru terus mengalami peningkatan. Bahkan ke salah satu negara Afrika Pantai Gading kenaikannya mencapai 391,6 persen menjadi US$ 71,9 juta dari sebelumnya US$14,64 juta.
Kemudian Lybia sebesar 357,8 persen, Mauritania 287,5 persen, Pakistan 83,5 persen, Yaman 83,5 persen, Angola 74,9 persen, Djibouti 65,6 persen, dan Arab Saudi naik 52,6 persen. Beberapa barang yang diekspor antara lain obat vaksin, sarden, sabun cuci, karet, mesin dan peralatan mekanik, kain tekstil, palm oil, kerta hingga produk otomotif khususnya kendaraan bermotor.
Secara kumulatif, ekspor Januari hingga Juli mencapai US$ 113,1 miliar turun 2,4 persen dibanding tahun lalu pada periode yang sama, sementara khusus Juli ekspor naik sebesar 16,2 persen atau naik 4,6 persen dari bulan sebelumnya yang mengalami penurunan.
Penurunan ini ujar Gita akibat melemahnya harga komoditas ekspor unggulan Indonesia seperti batu bara turun 19,0 persen, palm oil 8,2 persen, palm kernel oil 33,6 persen, udang 18,8 persen, karet 30,5 persen. "Termasuk barang tambang selain batu bara turun 22 persen,".
JAYADI SUPRIADIN