TEMPO.CO, Jakarta - Sejak adanya aturan pembatasan pintu masuk impor hortikultura (buah dan sayur) pada 19 Juni lalu, produk Cina masih mendominasi pasar di dalam negeri.
Sepanjang Januari hingga Agustus 2012, volume impor hortikultura sebanyak 570 ribu ton. Jumlah ini berkurang dibanding periode sama tahun lalu, yang jumlahnya hampir mencapai 700 ribu ton.
"Dari jumlah impor 570 ribu ton itu, Cina menduduki peringkat pertama. Impor hortikultura dari Cina hampir separuhnya," kata Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian Banun Harpini seusai meninjau impor buah ilegal asal Cina di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa, 4 September 2012.
Setelah Cina, impor buah dan sayur banyak berasal dari Thailand, Australia, dan Amerika Serikat. Menurut Banun, selama ini memang Cina yang sering tidak patuh terhadap aturan impor di Indonesia.
Aturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Pertanian Nomor 42 Tahun 2012 tentang persyaratan teknis dan tindakan karantina tumbuhan untuk pemasukan buah-buahan atau sayuran buah segar ke dalam wilayah negara Republik Indonesia. Lalu, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43 Tahun 2012 tentang revisi Permentan Nomor 16 Tahun 2012 tentang persyaratan dan tindakan karantina tumbuhan untuk pemasukan hasil tumbuhan hidup berupa sayuran umbi lapis segar ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.
Dari dua aturan yang berlaku sejak 19 Juni tersebut, Pelabuhan Tanjung Priok tidak boleh lagi menjadi pintu masuk impor hortikultura. Sebagai gantinya, pemerintah mengalihkan empat pintu masuk yang dibuka untuk impor produk hortikultura, yakni Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya; Pelabuhan Makassar; Pelabuhan Belawan, Medan; dan Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.
Karena aturan tersebut, sejumlah negara mulai mengajukan Country Recognition Agreement (CRA). Setiap negara yang sudah memiliki CRA dengan Indonesia boleh memasukkan produk hortikulturanya ke Indonesia melalui Pelabuhan Tanjung Priok. "CRA ini untuk pass free area, di mana mereka bisa memasukkan produknya karena kita sudah mengakui kebun mereka bebas penyakit tertentu dari komoditas tertentu," ujarnya.
Saat ini, baru empat negara yang sudah memiliki CRA dengan Indonesia, yaitu Australia, Kanada, Amerika Serikat, dan Selandia Baru. Sedangkan Thailand sedang mengajukan proses CRA untuk memasukkan produk bawang merah.
"Kalau Cina sama sekali belum mengajukan CRA. Negara lain boleh saja mengajukan, tapi kan harus ada prosesnya," kata Banun.
Meski aturan melarang produk hortikultura masuk lewat Pelabuhan Tanjung Priok, masih ada 47 jenis yang diperbolehkan. Untuk buah yang diperbolehkan, antara lain blackberry, blueberry, roseberry, blackcurrant, redcurrant, durian, kelengkeng, kismis, nanas, raspberry merah dan hitam, dan squash. Sedangkan sayur yang boleh masuk, di antaranya asparagus, bayam, bit, brokoli, kecambah, bunga kol, kubis, jagung manis, kentang, lobak, paprika, selada, seledri, ubi jalar, dan wortel.
"Buah dan sayur-sayur itu boleh masuk lewat Tanjung Priok karena analisis risikonya terhadap lalat buah hampir tidak ada. Dari 100 jenis, 47 itu boleh masuk," katanya.
Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Agung Kuswandono mengatakan selalu bekerja sama dengan Badan Karantina Pertanian untuk menjaga pintu masuk impor di pelabuhan. Jika hasil analisis risiko suatu produk dinyatakan tidak aman sehingga tidak boleh masuk, Bea Cukai akan menahan produk tersebut hingga ada keputusan pasti.
"Bea Cukai dan Badan Karantina punya fungsi sama di garda terdepan pintu masuk. Kalau buah atau sayur tidak boleh masuk, kami harus analisis dan lakukan pemindaian X-Ray," kata dia dalam kesempatan sama.
ROSALINA
Terpopuler:
Oktober, Tiket dan Pajak Bandara Mulai Disatukan
Standard Chartered Dukung Larangan KTA Jadi DP KPR
KAI Tingkatkan Kapasitas Angkut
Pertamax Naik, Warga Kembali Beli Premium
Harga Daging Bisa Tembus Rp 100 Ribu
Kuota BBM Bersubsidi di Jakarta Habis 15 September
Impor Barang Konsumsi di Jatim Melonjak 48 Persen
Indeks Melesat 57 Poin
Pemilik Sertifikat Legalitas Kayu Minta Insentif
5 Tahun Lagi, Jakarta Punya MRT