TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Indonesia Mining Association (IMA), Martiono Hardianto, menilai banyak korporasi tambang belum memahami pentingnya program tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat atau lingkungan sekitar (corporate social responsibility/CSR). Padahal selama ini bisnis pertambangan selalu dianggap perusak lingkungan. "Sebagian dari kami masih menganggap CSR sebagai beban, padahal ini adalah kebutuhan perusahaan," kata Martiono dalam pembukaan IMA CSR Expo 2012 di Jakarta Convention Center, Kamis, 12 Juli 2012.
Oleh sebab itu dia mengingatkan pentingnya asosiasi menjalin kerja sama dengan pemerintah untuk menyadarkan perusahaan tambang soal betapa pentingnya tanggung jawab sosial itu.
Menurut dia, belum ada kesadaran soal tanggung jawab sosial karena kurangnya jumlah tenaga kerja yang khusus menangani hal tersebut. "Terus terang, belum punya tenaga cukup untuk menanganinya," ujarnya. Selain itu, program CSR juga belum populer di kalangan perusahaan pertambangan karena baru diperkenalkan 10 tahun lalu. Baru pada 2010 diluncurkan ISO 26000.
Martiono menuturkan anggota IMA ada 42 perusahaan dan 72 perusahaan eksplorasi. Tapi perusahaan tambang yang berpartisipasi dalam CSR Expo ini baru 13. "Tugas berat untuk menyadarkan bahwa perusahaan tambang tidak seperti citra selama ini," kata dia.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Thamrin Sihite, mengatakan sektor energi dan sumber daya mineral berkontribusi cukup signifikan dalam penerimaan negara. Sektor ini menyumbang hampir 30 persen, di antaranya dari minyak, gas, mineral, dan batu bara.
Namun peran CSR dalam sektor ini berbeda dengan sektor lain, seperti telekomunikasi atau perbankan. "Tidak banyak orang tahu bahwa tambang selalu ada di remote area bukan tengah kota," katanya. Karena itu CSR sektor energi dan mineral ini lebih diperuntukkan pengembangan wilayah sekitar.
Dia menilai perusahaan harus bisa meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan dari usahanya. CSR bisa dilakukan dengan kegiatan lingkungan, seperti memperbaiki kualitas air tanah dan kegiatan sosial lainnya. Selama ini ada tiga ikon negatif yang melekat pada perusahaan tambang. "Perusak lingkungan, senang tumpang tindih izin, dan tidak begitu diterima masyarakat," ujar Thamrin.
ROSALINA