TEMPO.CO, Jakarta - Realisasi impor oleh Gabungan Importir Hasil Bumi (Gisimindo) turun drastis sejak aturan pembatasan pintu masuk impor hortikultura berlaku 19 Juni lalu. Wakil Ketua Umum Gisimindo Bob Budiman mengatakan volume impor hortikultura anggota asosiasi turun 50 persen.
"Selama ini, Gisimindo menguasai 90 persen impor hortikultura di Indonesia," kata Bob di Jakarta, Kamis, 28 Juni 2012. Importir bersikap hati-hati dalam mengimpor komoditas jenis ini. Pengusaha menilai, aturan belum jelas dan rentan berubah.
Menurut Bob, pembatasan pelabuhan hortikultura termasuk menghambat perdagangan dan terancam dilaporkan negara lain ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). "Peraturan yang berhubungan dengan ekspor-impor sebuah negara harus ada ratifikasi dan mengirim notifikasi ke WTO," ujarnya.
Empat pintu masuk yang dibuka untuk impor produk hortikultura yakni Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya; Pelabuhan Makassar; Pelabuhan Belawan, Medan; dan Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Sementara Pelabuhan Tanjung Priok sudah ditutup dengan alasan sudah terlalu padat.
Importir keberatan dengan kebijakan tersebut. Sebab pelabuhan lain yang dibuka untuk pemasukan impor tidak beroperasi 24 jam seperti di Tanjung Priok. Akibatnya, kegiatan impor hanya bisa dilakukan saat hari kerja karena Sabtu-Minggu libur. Tidak hanya itu, kapal-kapal di pelabuhan juga tidak tersedia dengan memadai.
"Pelabuhan di Surabaya dan Medan tidak beroperasi Sabtu-Minggu. Di Makassar juga tidak ada rute kapalnya, bagaimana kami mau memasukkan impor?" katanya.
Kepala Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian, Banun Harpini, mengkonfirmasi. Sepekan sejak pemberlakuan aturan, dokumen pemasukan impor hortikultura menurun. Biasanya ada 60-70 dokumen sehari, namun kini hanya 30-40 dokumen pemeriksaan. Setiap dokumen meliputi 5-10 kontainer. "Mungkin importir masih melihat perkembangan aturan ini. Selain itu juga persyaratan impor juga lebih ketat," katanya.
ROSALINA