TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia masih mengandalkan impor susu segar karena produksi dalam negeri tidak bisa mencukupi kebutuhan. Menteri Pertanian Suswono mengatakan, selama ini Indonesia mengimpor 70 persen susu segar untuk menutup kebutuhan yang mencapai tujuh-delapan juta ton per tahun.
Untuk menggenjot produksi susu segar di dalam negeri, tahun ini Kementerian Pertanian mengimpor 2.300 bibit sapi perah. Suswono mengatakan, impor bibit sapi perah ini masih dalam proses. “Ini bibit sapi perah unggul dari Australia untuk pemasukan tahun 2012,” kata Suswono saat ditemui usai Semiloka Susu Nasional di kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, 27 Juni 2012.
Bibit sapi perah impor ini akan diberikan kepada peternak dalam bentuk bantuan sosial oleh Kementerian Pertanian untuk memperbaiki genetika. Prioritas bantuan akan diberikan kepada daerah-daerah sentra, seperti Lembang, Pengalengan, Salatiga, Boyolali, dan Malang.
Dia mengatakan, kebutuhan susu segar baru bisa dipenuhi dari dalam negeri sebanyak 2,345 juta ton per tahun atau sekitar 30 persen. Padahal, laju konsumsi susu masyarakat selama lima tahun terakhir sudah mencapai 7,74 persen per tahun.
Rendahnya produksi susu secara nasional antara lain disebabkan terbatasnya populasi sapi perah dalam negeri. Saat ini, populasi sapi perah baru mencapai 597 ribu ekor. Tidak hanya itu, terbatasnya sentra sapi perah dan relatif rendahnya produktivitas sapi perah membuat produksi susu segar tak memenuhi kebutuhan.
Kebutuhan susu segar, lanjutnya, akan semakin meningkat dikarenakan pertambahan penduduk, kesadaran akan gizi yang semakin membaik maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun, jika dibandingkan dengan tingkat konsumsi susu negara lain, Indonesia tergolong rendah. Tingkat konsumsi susu di Indonesia hanya 11,09 liter per kapita per tahun.
Untuk meningkatkan produksi susu dalam negeri, diakuinya, pemerintah akan mengevaluasi apakah pengelolaan sapi perah sudah benar. Langkah lainnya, pemerintah ingin memberikan subsidi khusus pakan sapi perah. Namun rencana ini masih harus dikaji dan dibicarakan dengan komisi terkait di Dewan Perwakilan Rakyat.
“Di negara maju, sapi perah ini disubsidi. Makanan sepenuhnya disubsidi negara. Sehingga peternak tinggal mendapat transfer dana untuk pakan dan keuntungan bisa didapat peternak,” dia menjelaskan.
ROSALINA